I.
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Selama masa perkuliahan, mahasiswa hanya diberikan
berbagai teori atas berbagai hal yang dipelajari, dimana teroi ini kadang
banyak yang dianggap masih abstrak dan sulit dipahami karena berbagai hal
termasuk keterbatasan media dalam penyampaian materi yang sedang diajarkan.
Oleh karena itusebagai realisasi dari berbagai teori yang telah dipelajari
harus ada suatu fakta dan kejelasan agar penguasaan ilmu pengetahuan akan
semakin mantap baik secara ilmiah maupun secara logika. Salah satu cara yang
dapat dilakukan dengan mengadakan pembelajaran langsung ke lapangan atau sering
dikenal dengan nama praktek kerja lapangan (PKL), dimana ketika berada di
lapangan mahasiswa akan secara langsung berhadapan dengan berbagai kenyataan
yang sebenarnya merupakan penerapan dari teori-teori yang diajarkan di bangku
kuliah. Sehingga dari sini dapat dijadikan tolak ukur keberhasilan mahasiswa
dalam belajar.
Mata kuliah
toksikologi lingkungan sendiri merupakan mata kuliah yang mengajarkan berbagai
toksikan yang terdapat dialam terutama yang berada di lingkungan sekitar kita
serta cara-cara pengolahan zat toksikan tadi sehingga tidak akan
menimbulkan efek pencemaran lingkungan.
Kegiatan pembelajaran lapangan ini murni untuk menambah wawasan mahasiswa terhadap
penanganan limbah dari suatu kegiatan usaha sehingga limbah tersebut memenuhi
baku mutu atau layak untuk dibuang ke lingkungan. Berdasarkan informasi yang
diperoleh bahwa salah satu kegiatan yang dilakukan oleh Pabrik Irma Sasirangan yang berlaku adalah kegiatan sasirangan. Oleh
karena itu, kami selaku mahasiswa sangat tertarik untuk mempelajari pengelolaan
limbah perusahaan tersebut yang bersifat ramah lingkungan
Selain itu
pembelajaran lapangan ini juga dimaksudkan untuk memantapkan pemahaman tentang
toksikologi lingkungan oleh mahasiswa sehingga tidak terjadi salah pengertian
dan pemikiran dikemudian hari.
2. Tujuan Kunjungan Lapangan
Adapun
tujuan dari dilaksanakannya PKL mata kuliah Toksikologi Lingkungan ini adalah
untuk mempelajari dan mengetahui cara pengelolaan dan pengolahan dari limbah
yang baik dan benar dari limbah Pabrik Irma Sasirangan.
3. Kegunaan/Manfaat
Maksud dari diadakannya kegiatan ini adalah agar
mahasiswa dari pengikut mata kuliah Toksikologi Lingkungan dapat mengerti
bagaimana proses pengelolaan limbah yang baik dan benar.
Sedangkan bagi perusahaan yang bersangkutan,
perusahaan tersebut dapat mensosialisasikan bagaimana cara pengelolaan dari
limbah yang baik dan benar melalui mahasiswa yang melaksanakan penelitian.
4.
Waktu dan Tempat Pelaksanaan Kegiatan
Kegiatan ini
dilaksanakan pada :
Hari : Selasa
Tempat : Pabrik Irma Sasirangan
Waktu : 10.00- selesai
5.
Metode Kegiatan Pkl
Metode yang digunakan dalam peneltian kali ini adalah
dengan cara mengamati proses pengelolaan dan pengolahan limbah yang dihasilkan
oleh Pabrik Irma Sasirangan, dan juga melakukan tanya jawab dengan petugas yang
berwenang dalam proses tersebut.
II. KEPUSTAKAAN
Sejarah Modernisasi Kain Sasirangan
Oleh: Maskur
Sasirangan asal kata dari
sirang. Sirang diambil dari kata
bahasa banjar yang artinya rajut atau dirajut. Untuk lebih memudahkan dalam
pengucapan atau mengingat kata tersebut maka kata sirang itu ditambah awalan
dan akhiran, menjadi sasirangan. Kita sering mendengar kain jumputan Palembang.
Kata jumputan itu berasal dari kata jumput, artinya diikat, mendapat akhiran maka
menjadi kata jumputan.
Kalau kita perhatikan antara
kain sasirangan dan kain jumputan, kelihatannya ada sedikit persamaan, baik
dilihat dari warna maupun motif. Bahan baku kain dan bahan pewarna yang
digunakan oleh pengrajin jumputan, sebagian juga ada digunakan oleh pengrajin
sasirangan. Perbedaan kalau kain jumputan mereka menggunakan tali rapia yang
sudah dikecilkan untuk mengikat motif dan merajut, sedangkan kain sasirangan
itu lebih dominan menggunakan benang untuk menyirang atau merajut sehingga
ketika proses akhir selesai, benang yang melekat pada kain itu dilepas maka
motifnya lebih nampak kelihatan. Pola atau motif yang nampak itulah yang
dinamakan sasirangan. Untuk mendapatkan motif sasirangan yang bagus diperlukan
ketelitian pengrajin bagian sirang atau rajut, jika penusukan jarum yang
mengikuti pola motif yang ada pada lembaran kain itu jaraknya tidak terlalu
jauh dan juga menarik ikatan benangnya pada masing-masing motif itu kuat,
istilah bahasa banjarnya pisit maka hasilnya akan jauh lebih baik dan motif
sasirangan terlihat jelas.
Proses pembuatan kain
sasirangan cukup rumit/unik, dikerjakan melalui tahap-tahapan mulai dari
mendesign motif, merajut, mencelup, membuka rajutan, mencuci dan mensetrika.
Keseluruhan penyelesaiannya dikerjakan oleh masing-masing pengrajin sesuai
dengan keahliannya dan tidak menggunakan alat mekanis. Untuk mendapatkan hasil
yang baik diperlukan pemilihan bahan baku dan pewarna yang berkwalitas, kalau
kita menggunakan bahan warna yang berkwalitas maka Insya Allah hasilnya akan
baik, ini bisa dilihat dengan kecerahan warna yang lekat pada kain itu (tidak
kelihatan burem), awet dan tahan lama.
Sejarah Modernisasi (1986)
Sejarah ini muncul atas ide
dan saran pemerintah daerah melalui kanwil departemen perindustrian propinsi
Kalimantan Selatan (bidang industri kecil) kepada kantor Derpatemen
Perindustrian Pusat (bidang industri kecil).
Kepala bidang industri kecil
pada waktu itu adalah Dra. Edith Ratna, beliau juga dipercaya sebagai pimpinan
proyek P2WIK-UNDF (Peningkatan Peranan Wanita Industri Kecil-United Nation
Development Fund).
Untuk merealisasikan saran ini
Pimpinan proyek beserta rombongan datang ke Banjarmasin dan melakukan kerjasama
dengan kanwil departemen perindustrian propinsi Kalimantan Selatan (dulu kanwil
ada di Banjarbaru) untuk membicarakan langkah-langkah ke depan tentang
modernisasi kain pamitan/ sasirangan.
Informasi yang mereka peroleh
sebelum datang ke Banjarmasin bahwa di daerah ini sejak dulu secara
turun-temurun ada beberapa kelompok masyarakat pengrajin yang membuat kain
pamitan/sasirangan, untuk keperluan pengobatan tradisional (kepercayaan),
misalnya apabila ada anak balita yang sering mendapat sakit dan pertumbuhan
tubuhnya terlambat maka dengan keyakinan memakai kain ini bisa menghilangkan
dan menyembuhkan penyakit yang dialaminya. Kepercayaan lainnya yaitu sebagai
acara/adat mandi-mandi bagi calon penganten dan ibu hamil tua agar mendapatkan
kemudahan dalam melahirkan anak.
Selain informasi di atas,
mereka juga pernah mendengar ada sebuah perkumpulan/organisasi yang membuat
kain sasirangan untuk keperluan pakaian, namun usaha itu tidak bertahan lama.
Pengrajin pamintan yang masih
aktif mengerjakan usahanya pada waktu itu, tempatnya di Jalan Seberang Mesjid
Kelurahan Seberang Mesjid Banjarmasin (Seberang Pasar Lama). Untuk mewujudkan
ide ini mereka kemudian mengadakan kunjungan dan melihat langsung proses
pembuatan kain pamintan/sasirangan. Setelah mengamati dan mengadakan interview
dengan pembuatnya lalu mereka menyarankan agar manfaat kain pamintan/sasirangan
ini tidak hanya untuk pengobatan atau kepercayaan saja tapi bisa lebih
diberdayakan untuk keperluan pakaian sehari-hari, dimana proses pembuatan dan
penggunaan bahan baku kain dan bahan pewarna disesuaikan dengan bahan baku kain
dan pewarna yang biasa dibuat oleh pengrajin batik. Dalam upaya untuk memenuhi
keinginan ini mereka meminta agar bisa dihimpun anggota sebanyak 20 orang yang
semuanya adalah wanita untuk mendapatkan pelatihan yang berkenaan dengan proses
produksi. Pelatihan diadakan selama satu bulan penuh dengan mengambil tempat di
balai Kelurahan seberang mesjid. Materi pelatihan antara lain Simulasi,
Manajemen Pemasaran dan Produksi, Design motif, Pencelupan/pewarnaan serta
materi lainnya yang ada hubungannya dengan modernisasi. Semua instruktur yang memberikan materi pelatihan
itu didatangkan dari Balai Diklat Departemen Perindustrian Pusat Jakarta.
Setelah pelatihan selesai
mereka memberikan bantuan berupa bahan baku kain dan pewarna agar bisa
digunakan untuk membuat kain sasirangan sesuai dengan materi pelatihan yang
diberikan dan juga mereka meminta supaya segera dibentuk satu wadah/organisasi.
Pada tanggal 9 September 1986 terbentuklah suatu wadah yang diberi nama
Kelompok Kayuh Baimbai (KUB), dengan tujuan agar para anggota ini bisa saling
berkomunikasi serta dapat memasarkan hasil produksinya.
Sebelum rombongan kembali ke
Jakarta ada beberapa pesan atau himbauan serta harapan yang dikemukakan oleh
pimpinan/ketua P2WIK kepada anggota kelompok ini, jika suatu saat nanti
diantara anggota pengrajin ada yang berhasil menjadi pengusaha sasirangan maka
berikanlah kesempatan lapangan kerja sebanyak mungkin terutama kepada
masyarakat yang ada di sekitar dimana saudara berdomisili.
Untuk pembinaan selanjutnya
beliau menunjuk dan mengangkat Dra. Rohana (Pegawai Kantor Wilayah Departemen
Perindustrian KalSel) sebagai koordinator serta Ibu Ida Fitria sebagai
motivator untuk selalu memonitor perkembangan usaha kelompok ini, dan secara
periodek mereka melaporkannya kepada ketua P2WIK Pusat.
Peran serta P2WIK-UNDF dalam
membina kelompok KUB ini diberikan secara terus-menerus selama lebih dari satu
tahun. Dalam rangka memperkenalkan hasil kerajinan ini, terutama kepada
masyarakat luar Kalimantan mereka sering mengikut sertakan ke setiap
pameran-pameran yang ada di Jakarta dengan fasilitas ruang stand serta
menanggung biaya transport.
Pada setiap pameran mereka juga membantu
mendatangkan para perancang terkenal untuk penataan display kain sasirangan
agar nampak kelihatan lebih ekslusif
sehingga bisa menarik perhatian para pengunjung yang lewat stand
tersebut, selain itu pada saat berlangsungnya pameran setiap hari mereka secara
bergiliran selalu mendampingi dan ikut aktif memberikan informasi kepada
pengunjung mengenai proses pembuatan kain sasirangan. Sejak itulah kain
sasirangan yang merupakan komoditas kebanggaan kerajinan daerah ini mulai
dikenal banyak orang.Kami anggota kelompok patut
bersyukur kepada Allah SWT yang telah membukakan jalan kepada Departemen
Perindustrian Pusat dan Kanwil Perindustrian TK. I KalSel serta Kantor
Perindustrian TK. II Kotamadya Banjarmasin yang begitu banyak membantu kami
dalam memberikan informasi terutama kepada Pemda dan instansi terkait sehingga
usaha ini bisa berkembang dan telah menjadi budaya masyarakat daerah ini untuk
selalu memakainya sebagai pakaian sehari-hari, terutama untuk pakaian seragam
kantor, sekolah, acara perkawinan, pertemuan-pertemuan dan juga sebagai barang
souvenir bagi tamu-tamu yang datang ke daerah ini. Harapan kami mudah-mudahan kain
kerajinan sasirangan ini dapat terus dilestarikan hingga pada masa akan datang.
Untuk menjaga dan melestarikan budaya ini tentu peran pemerintah daerah melalui
dinas terkait sangat kami harapkan agar kelangsungan hidup usaha ini dapat
bertahan sampai kapanpun.
III. PROSEDUR KUNJUNGAN LAPANGAN
1.
Melakukan
kunjungan ke Pabrik Irma Sasirangan.
2. Mendengarkan
pengarahan dari karyawan pabrik Irma Sasirangan mengenai proses pengelolaan
limbah dari pembuatan kain sasirangan.
3. Melakukan
pengamatan langsung ke tempat pengelolaan limbah sambil melakukan wawancara
kepada karyawan.
4.
Mengamati
proses pembuatan kain sasirangan dan pembuangan limbah.
5.
Mencatat
hasil pengamatan.
IV. HASIL/DATA
a.
Pembuatan pola
1)
Berbagai pola yang digunakan
1)
Proses pembuatan pola pada kain sasirangan
Keterangan:
gambar pola/motif di kain sasirangan
b.
Berbagai zat pewarna yang digunakan dalam
pewarna kain sasirangan
1)
Berbagai zat warna
2)
Proses pencampuran zat warna
a.
Soda api, NaCl, dan zat warna lainnya
b.
Pencampuran zat warna
Keterangan: zat warna yang sudah dimasukkan dalam baskom kemudian
ditambahkan dengan air yang mendidih sehingga pencampuran ketiga jenis zat
kimia merata.
V. REKOMENDASI
Pencemaran
air dari industri kain sasirangan dapat berasal dari : buangan air proses
produksi, buangan sisa-sisa pelumas dan minyak, buangan bahan-bahan kimia sisa
proses produksi, sampah potongan kain, dan lainnya.
Air buangan
yang bersifat asam atau basa dapat menurunkan daya pembersih alam yang dipunyai
air penampungnya. Air buangan yang mengandung bahan kimia dan sisa-sisa pelumas
dapat merubah warna, bahkan dapat mengakibatkan matinya makhluk-makhluk air
yang sangat penting artinya bagi kehidupan manusia.
Pada
beberapa negara maju, termasuk di Indonesia telah ada peraturan pemerintah yang
mengatur tentang baku mutu bahan buangan yang diizinkan untuk dibuang langsung
ke dalam lingkungan. Dengan adanya peraturan tersebut, maka industri tekstil
termasuk industri kain sasirangan boleh membuang limbah cairnya langsung ke
lingkungan dengan ketentuan bahwa kandungan bahan kimia atau bahan lainnya
dalam air buangannya tidak melebihi konsentrasi yang telah ditetapkan atau
dengan kata lain memenuhi persyaratan.
Dilihat
dari pengamatan yang kami lakukan dimana air buangan limbah zat warna
hanya dibuang di bawah rumah tanpa
adanya pengolahan terlebih dulu pada limbah tersebut
1. Parameter Air Buangan Industri Kain
Sasirangan
Potensi
pencemaran air buangan industri kain sasirangan sangat bervariasi tergantung
dari macam proses yang dilakukan, kapasitas produks, jenis bahan baku, bahan
pewarna dan bahan penolong yang digunakanserta kondisi lingkungan tempat
pembuangannya.
Parameter
yang digunakan untuk menunjukkan karakter air buangan industri kain sasirangan
dapat disamakan dengan karakter air buangan industri tekstil yang meliputi
parameter fisika seperti zat padat, suhu, warna dan bau; parameter kimia
seperti lemak, minyak pelemas zat aktif permukaan, zat warna, fenol, sulfur,
pH, krom, tembaga, senyawa racun, dan sebagainya.
a. Parameter Fisika
1) Padatan Total adalah jumlah zat padat yang
tertinggal, apabila air buangan dipanaskan atau diuapkan pada suhu 103° C s/d
105° C. Padatan ini terdiri dari padatan tersuspensi, padatan koloidal, dan
padatan terlarut.
2) Padatan Tersuspensi, merupakan padatan
dengan ukuran lebih besar dari 1 mikron, dapat mengendap sendiri tanpa bantuan
zat tambahan (koagulan), meskipun dalam waktu agak lama.
3) Padatan Koloidal, merupakan padatan dengan
ukuran antara 1 milimikron sampai 1 mikron, tidak dapat mengendap tanpa bantuan
koagulan. Kekeruhan air buangan antara lain disebabkan adanya partikel-partikel
koloidal.
4) Padatan Terlarut, merupakan padatan dengan
ukuran lebih kecil dari 1 milimikron, terjadi dari senyawa organik atau
anorganik yang dalam larutan berupa ion-ion.
5) Warna, ditimbulkan dari sisa-sisa zat
warna yang tidak terpakai dan kotoran-kotoran yang berasal dari sutera alam.
Disamping dapat mengganggu keindahan, mungkin juga dapat bersifat racun, serta
biasanya sukar dihancurkan. Genangan air yang berwarna, banyak menyerap oksigen
dalam air, sehingga dalam waktu lama akan membuat air berwarna hitam dan
berbau.
6) Bau dari air buangan menandakan adanya
pelepasan gas yang berbau seperti hidrogen sulfida. Gas ini timbul dari hasil
penguraian zat organik yang mengandung belerang atau senyawa sulfat dalam
kondisi kekurangan oksigen.
7) Suhu air buangan biasanya lebih tinggi dari
suhu air tempat pembuangannya. Pada suhu yang lebih tinggi kandungan oksigen
dalam air berkurang sehingga memungkinkan tumbuhnya tanaman-tanaman air yang
tidak diinginkan.
b. Parameter Kimia
Parameter
kimia yang digunakan untuk mengukur derajat pencemaran air buangan antara lain
adalah : BOD, COD, pH, senyawa anorganik, senyawa organik, karbohidrat,
protein, lemak dan minyak.
1) Biologycal Oxygen Demand (BOD), adalah
jumlah oksigen terlarut dalam air buangan yang dapat dipakai untuk menguraikan
sejumlah senyawwa organik dengan bantuan mikro organisme pada waktu dan kondisi
tertentu. Besaran BOD biasanya dinyatakan dalam satuan ppm,artinya kebutuhan
oksigen dalam miligram yang dipergunakan untuk menguraikan zat pencemar yang
terdapat dalam satu liter air buangan.
2) Chemical Oxygen Demand (COD)
Beberapa
jenis zat organik dalam air buangan sukar diuraikan secara oksidasi menggunakan
bantuan mikro organisme, tetapi dapat diuraikan menggunakan pereaksi oksidator
yang kuat dalam suasana asam, misalnya menggunakan kalium bikromat atau kalium
permanganat. Besaran COD dinyatakan dalam satuan ppm.
3) pH, merupakan parameter penting untuk
kehidupan manusia, makhluk air, tanaman, kesehatan dan industri. Air buangan
dikatakan bersifat asam apabila pH 1 s/d 7, dikatakan alkalis apabila pH 7 s/d
14, dan dikatakan netral apabila pH sekitar 7. Biasanya air buangan industri
sasirangan bersifat alkalis karena dalam pengolahannya banyak menggunakan
senyawa alkali seperti dalam pemasakan, pencelupan, dan pengelentangan.
4) Senyawa Anorganik. Sangat beragam, pada
umumnya berupa alkali, asam dan garan-garam. Zat-zat tersebut dapat menyebabkan
kondisi air buangan bersifat alkalis, asam atau netral dengan kadar elektrolit
tinggi.
5) Senyawa Organik pada umumnya merupakan
gabungan unsur, karbon, hidrogen, oksigen dan juga mungkin unsur nitrogen dan
belerang.
c. Pengolahan Limbah Cair secara Kimia
Prinsip
yang digunakan untuk mengolah limbah cair secara kimia adalah menambahkan bahan
kimia (koagulan) yang dapat mengikat bahan pencemar yang dikandung air limbah,
kemudian memisahkannya (mengendapkan atau mengapungkan).
Kekeruhan
dalam air limbah dapat dihilangkan melalui penambahan/pembubuhan sejenis bahan
kimia yang disebut flokulan. Pada umumnya bahan seperti aluminium sulfat
(tawas), fero sulfat, poli amonium khlorida atau poli elektrolit organik dapat
digunakan sebagai flokulan.
Beberapa
rekombinasi yang dapat kami berikan kepada pabrik limbah sasirangan dalam
pengolahan limbahnya adalah:
1. Dengan koagulasi
Dalam
pengolahan limbah cara ini, hal yang penting harus diketahui adalah jenis dan
jumlah polutan yang dihasilkan dari proses produksi. Umumnya zat pencemar
industri kain sasirangan terdiri dari tiga jenis yaitu padatan terlarut,
padatan koloidal, dan padatan tersuspensi. Terdapat 3 (tiga) tahapan penting
yang diperlukan dalam proses koagulasi yaitu : tahap pembentukan inti endapan,
tahap flokulasi, dan tahap pemisahan flok dengan cairan.
1.1 Tahap Pembentukan Inti endapan
Pada tahap
ini diperlukan zat koagulan yang berfungsi untuk penggabungan antara koagulan
dengan polutan yang ada dalam air limbah. Agar penggabungan dapat berlangsung
diperlukan pengadukan dan pengaturan pH limbah. Pengadukan dilakukan pada
kecepatan 60 s/d 100 rpm selama 1 s/d 3 menit; pengaturan pH tergantug dari
jenis koagunlan yang digunakan, misalnya untuk :
Alum
|
pH 6 s/d 8
|
Fero Sulfat
|
pH 8 s/d 11
|
Feri Sulfat
|
pH 5 s/d 9
|
PAC
|
pH 6 s/d 9
|
1.2 Tahap Flokulasi
Pada tahap
ini terjadi penggabungan inti inti endapan sehingga menjadi molekul yang lebih
besar, pada tahap ini dilakukan pengadukan lambat dengan kecepatan 40 s/d 50
rpm selama 15 s/d 30 menit. Untuk mempercepat terbentuknya flok dapat
ditambahkan flokulan misalnya polielektrolit.
Polielektrolit digunakan secara
luas, baik untuk pengolahan air proses maupun untuk pengolahan air limbah
industri. Polielektrolit dapat dibagi menjadi tiga jenis yaitu non ionik,
kationik dan anionik; biasanya bersifat larut air. Sifat yang menguntungkan
dari penggunaan polielektrolit adalah : volume lumpur yang terbentuk relatif
lebih kecil, mempunyai kemampuan untuk menghilangkan warna, dan efisien untuk
proses pemisahan air dari lumpur (dewatering).
1.3 Tahap Pemisahan Flok dengan Cairan
Flok yang
terbentuk selanjutnya harus dipisahkan dengan cairannya, yaitu dengan cara
pengendapan atau pengapungan. Bila flok yang terbentuk dipisahkan dengan cara
pengendapan, maka dapat digunakan alat klarifier, sedangkan bila flok yang
terjadi diapungkan dengan menggunakan gelembung udara, maka flok dapat diambil
dengan menggunakan skimmer.
Klarifier
berfungsi sebagai tempat pemisahan flok dari cairannya. Dalam klarifier
diharapkan lumpur benar-benar dapat diendapkan sehingga tidak terbawa oleh
aliran air limbah yang keluar dari klarifier, untuk itu diperlukan perencanaan
pembuatan klarifier yang akurat.
Kedalaman
klarifier dipengaruhi oleh diameter klarifier yang bersangkutan. Misalkan
dibuat klarifier dengan diameter lebih kecil dari 12m, diperlukan kedalaman air
dalam klarifirer minimal sebesar 3,0 m.
Berdasarkan
informasi yang diperoleh tentang pengelolaan limbah cair kimia secara baik yang
telah dipaparkan di atas, maka kami selaku pengamat dalam praktek kuliah
lapangan (PKL) ini memberikan saran-saran antara lain :
1) Bagi pihak industri/pabrik sasirangan
tersebut untuk membuatkan kolam penampungan dengan teknik pengolahan seperti
diatas agar limbah dari perwarna tidak langsung di buang ke lingkungan karena
sifatnya membahayakan.
2) Selanjutnya, setelah dibuatkan kolam
penampungan limbah cair dari sasirangan disarankan untuk dipisahkan dengan cara
pengendapan, agar bahan kimia dari air pencemar tersebut dapat terpisah dengan
air yang akan dibuang ke sekitar pemukiman masyarakat (sudah ramah lingkungan).
3) Jika hal itu sudah dilakukan, maka langkah
selajutnya disarankan untuk pada periode waktu tertentu kolam penampungan tadi
diperiksa dalam waktu 6 bulan sekali untuk mengecek apakah ada yang rusak. Dan
jika ada yang rusak maka hendaklah diperbaiki secepatnya.
4) Selain itu, pada pabrik Irma sasirangan
terjadi pencemaran air, udara dan tanah. Pencemaran udara yang terjadi ialah
apada proses pewarnaan kain sasirangan yang baru dirajut, yaitu air panas yang
dicampurkan dengan zat pewarna mengeluarkan uap yang sangat banyak dan terhirup
oleh pekerjanya maka itu sangat berbahaya. Saran kami untuk para pekerjanya
dalam melakukan pekerjaan menggunakan masker. Pencemaran air dan tanah yang
terjadi pada proses pembuangan limbah, yaitu zat warna yang digunakan dalam
proses pewarnaan dibuanga langsung kelingkungan sehingga menyebabkan terjadinya
pencemaran. Menurut pekerja disana limbah yang dibuang masuk ke dalam pipa lalu
pipa itu jarak dengan air sungai 500 meter, dan pipa pembuangan limbah itu ada
yang bocor sehingga limbah langsung mencemari sungai yang ada disana. Dan
menurut pendapat kami, sungai disana tidak efektif lagi untuk digunakan karena
sudah tercemar oleh limbah industri dari pabrik Irma Sasirangan, tetapi sampai
sekarang tidak ada penanganan lebih lanjut oleh pihak industri rumah tangga
pabrik Irma Sasirangan. Menurut kami, hal ini sangat perlu diperhatikan oleh
pihak Pabrik Irma Sasirangan.
VI. DAFTAR PUSTAKA
Anonim 1. 2008. http://www.
rubiyah.com
Maskur. 1986. Sejarah
Modernisasi Kain sasirangan. Banjarmasin : Pabrik
Irma Sasirangan.
LAMPIRAN