1.
Pendahuluan
Eceng gondok (Eichornia crossipes) pertama
kali ditemukan secara tidak sengaja oleh Carl Friedrich
Philipp von Martius,
seorang botanis berkebangsaan Jerman pada tahun 1824 ketika sedang melakukan
ekspedisi di Sungai Amazon,
Brasilia. Eceng gondok memiliki kecepatan tumbuh yang tinggi. Eceng gondok
dengan mudah menyebar melalui
saluran air ke badan air lainnya, sehingga tumbuhan ini dianggap sebagai gulma
karena dapat merusak lingkungan
perairan. Tanaman eceng gondok mengandung 17,2% protein kasar, 15-18% serat dan
16-20% abu, yang terdiri
dari beberapa komponen, seperti; hidrogen, kalium, kalsium, karbon, belerang,
mangan dan lainlain.Komponen kimia yang terkandung dalam tanaman eceng gondok
tergantung pada kandungan unsur hara tempat tumbuh dan sifat
daya serap tanaman tersebut. Eceng gondok dapat menyerap logam-logam berat dan senyawa sulfid. Selain
itu, eceng gondok mengandung protein lebih dari 11,5% atas dasar berat kering dan
mengandung selulosa yang lebih tinggi daripada non selulosanya,
seperti; lignin, abu, lemak dan zat-zat lain. Eceng gondok
merupakan komoditi perairan yang memiliki nilai selulosa yang tinggi, penanganan
pasca panen eceng gondok yang mudah dan hasilnya bermanfaat juga bernilai ekonomis
tinggi diperlukan agar eceng gondok tidak merusak ekosistem perairan. Pembuatan
briket dari bahan baku eceng gondok merupakan salah satu solusi untuk
memanfaatkan eceng gondok. Penelitian ini bertujuan untuk mencari kadar perekat
optimum briket eceng gondok dan mengetahui jenis briket eceng gondok yang
terbaik untuk dikembangkan menjadi bahan bakar alternatif.
2.
Bahan dan Metode Penelitian
Penelitian ini meliputi tiga tahap kegiatan,
yaitu; analisis kadar khrom awal, perlakuan awal eceng gondok
(Eichornia
crossipes), dan proses adsorpsi. Peralatan yang digunakan dalam penelitian
meliputi; gelas piala, pengaduk bermagnet, corong, gelas pengaduk, gelas ukur,
timbangan, kertas saring dan spektrofotometer serapan atom (AAS). Prosedur percobaan dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
2.1
Analisis kadar Cr awal limbah
Larutan Cr standar dibuat dengan konsentrasi
1, 2, 3, dan 4 ppm. Panjang gelombang pada AAS diatur
pada 357,9 nm.
Sebanyak 10 mL larutan standar diukur absorbansinya menggunakan AAS dan dibuat
kurva standar
yang menyatakan
hubungan konsentrasi ion Cr (VI) dengan absorbansinya. Sebanyak 10 mL contoh
air limbah
diukur adsorbansinya
dan hitung konsentrasi ion Cr (VI)nya berdasarkan kurva standar yang dibuat
sebelumnya.
2.2
Perlakuan awal Eceng gondok
Tanaman eceng gondok diletakkan di tempat
yang bersih dan terbuka dan dikeringkan dibawah terik sinar
matahari. Setelah
benar-benar kering eceng gondok dihancurkan dengan menggunakan blender sampai
menjadi
serbuk. Sebagian
eceng gondok kering dibakar dan diambil arangnya untuk digunakan sebagai
adsorbent.
2.3
Proses adsorpsi
Sebanyak 250 ml air limbah industri
pelapisan logam dimasukkan ke dalam gelas piala, kemudian
ditambahkan adsorbent
sebanyak 5 gram ke dalamnya. Sistem ini diaduk secara terus menerus agar selalu
homogen.
Setiap 1 jam,
sebanyak 10 mLsampel diambil untuk dianalisis kadar khromnya dengan menggunakan
Spektrofotometri
Serapan Atom (AAS).
2.4
Kinetika Adsorpsi
Khrom merupakan bahan
berbahaya yang banyak dijumpai dalam bentuk oksida Cr (III) dan Cr (VI). Di
dalam bahan alam,
khromium selalu berada dalam bentuk senyawa bervalensi tiga, sedangkan Khromium
bervalensi enam sukar dijumpai
di alam karena merupakan oksidator yang sangat kuat. Khromium valensi tiga
memiliki sifat racun yang lebih
rendah dibanding valensi enam. Logam khrom memiliki toksisitas yang tinggi dan
bersifat karsinogenik dalam
badan air, sehingga membahayakan lingkungan perairan (Shankera et al, (2005).
Salah satu sumber pencemaran
logam khrom adalah limbah cair dari industri pelapisan logam. Pelapisan logam
merupakan suatu usaha untuk
melapisi permukaan suatu logam dengan pelapisan logam lain, dengan cara
elektrolisis (elektrokimia) atau
galvanisasi, yang bertujuan untuk memperbaiki kenampakan, kekerasan, maupun
ketahanan terhadap kerusakan
dan korosi. Adsorpsi merupakan fenomena
di mana molekul-molekul fluida (gas, uap, maupun cairan) secara selektif mengalami
proses perpindahan massa menuju permukaan padatan penyerap. Adsorbsi terjadi
karena adanya perbedaan potensial antara molekul-molekul adsorbate dengan
permukaan aktif pada pori-pori adsorbent. Gaya tersebut yang menyebabkan
molekul-molekul adsorbate secara difusional terjerap ke dalam pori-pori
adsorbent, dan terikat untuk waktu tertentu. Faktor-faktor yang mempengaruhi adsorpsi
adalah jenis adsorbent, jenis adsorbate, konsentrasi adsorbate, luas permukaan
aktif adsorbent, daya larut adsorbent, dan kemungkinan terjadinya koadsorbsi pabila
terdapat lebih dari satu jenis adsorbate. Penelitian ini bertujuan untuk menjajaki kemungkinan penggunaan eceng gondok untuk menurunkan
kadar Khrom dalam limbah cair industri pelapisan logam dan mempelajari kinetika
adsorpsi logam Khrom pada partikel arang eceng gondok.
2.
Bahan dan Metode Penelitian
Penelitian ini meliputi tiga tahap kegiatan,
yaitu; analisis kadar khrom awal, perlakuan awal eceng gondok
(Eichornia
crossipes), dan proses adsorpsi.
Bahan-bahan penelitian yang digunakan antara
lain; arang eceng gondok yang di peroleh dari Rawa Pening
(Ambarawa) sebagai
adsorbent, limbah cair industri pelapisan logam yang diperoleh dari Lingkungan
Industri Kecil,
Semarang dan akuades
yang diproduksi di Laboratorium Proses Kimia, Jurusan Teknik Kimia, FT-UNDIP.
Peralatan yang digunakan dalam penelitian
meliputi; gelas piala, pengaduk bermagnet, corong, gelas
pengaduk, gelas ukur,
timbangan, kertas saring dan spektrofotometer serapan atom (AAS).
Prosedur percobaan dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
2.1
Analisis kadar Cr awal limbah
Larutan Cr standar dibuat dengan konsentrasi
1, 2, 3, dan 4 ppm. Panjang gelombang pada AAS diatur
pada 357,9 nm.
Sebanyak 10 mL larutan standar diukur absorbansinya menggunakan AAS dan dibuat
kurva standar yang menyatakan
hubungan konsentrasi ion Cr (VI) dengan absorbansinya. Sebanyak 10 mL contoh
air limbah diukur adsorbansinya
dan hitung konsentrasi ion Cr (VI)nya berdasarkan kurva standar yang dibuat
sebelumnya.
2.2
Perlakuan awal Eceng gondok
Tanaman eceng gondok diletakkan di tempat
yang bersih dan terbuka dan dikeringkan dibawah terik sinar
matahari. Setelah
benar-benar kering eceng gondok dihancurkan dengan menggunakan blender sampai
menjadi
serbuk. Sebagian
eceng gondok kering dibakar dan diambil arangnya untuk digunakan sebagai
adsorbent.
2.3
Proses adsorpsi
Sebanyak 250 ml air limbah industri
pelapisan logam dimasukkan ke dalam gelas piala, kemudian
ditambahkan adsorbent
sebanyak 5 gram ke dalamnya. Sistem ini diaduk secara terus menerus agar selalu
homogen.
Setiap 1 jam,
sebanyak 10 mLsampel diambil untuk dianalisis kadar khromnya dengan menggunakan
Spektrofotometri Serapan
Atom (AAS). Serat eceng gondok saat ini banyak digunakan dalam
industri-industri mebel dan kerajinan rumah tangga (UKM) karena selain mudah didapat,
murah, tidak membahayakan kesehatan, dapat mengurangi polusi lingkungan
(biodegradability) sehingga nantinya dengan pemanfaatan sebagai serat penguat komposit mampu mengatasi
permasalahan lingkungan. Dari pertimbangan diatas maka penelitian ini dilakukan
untuk mendapatkan analisa teknis berupa kekuatan tarik dari komposit berpenguat
serat eceng gondok dengan perlakuan pola anyaman variasi arah serat sudut arah
serat sudut 0 0 dan 450. sebagai matrik
resin polyester.
Dari hasil pengujian
spesimen dilakukan analisa kekuatan tarik kemudian dibandingkan dengan
nilai kekuatan tarik
yang diijinkan oleh Biro Klasifikasi Indonesia sebagai tolak ukur standar
ujinya. Pengujian
komposit berpenguat
serat eceng gondok membandingkan arah serat sudut 0 dan 450
III.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis nilai
kalor bakar, kadar air, kadar zat menguap, kadar karbon terikat dan kadar abu
dilakukan terhadap bahan baku briket eceng gondok yang terdiri dari arang eceng
gondok, campuran arang dan serbuk eceng gondok 1:1 (b/b), serbuk eceng gondok
dan perekat tepung tapioka. Hasil analisis sifat fisis dan kimia bahan baku untuk
pembuatan briket eceng gondok . Berdasarkan hasil
analisis sifat fisiko-kimia dari bahan baku briket eceng gondok dapat diketahui
bahwa nilai kalor bakar tertinggi terdapat pada arang eceng gondok sebesar 3207
kal/g, sedangkan nilai kalor bakar terendah terdapat pada serbuk eceng gondok
sebesar 1783,62 kal/g.
Nilai
Kalor Bakar Briket
kadar optimum perekat tapioka pada
masingmasing jenis briket eceng gondok adalah sebagai berikut. Briket eceng
gondok yang terbuat dari arang dengan kadar optimum perekat sebesar 5%
mempunyai nilai kalor bakar sebesar 3347 kal/g, briket eceng gondok yang
terbuat dari campuran arang dan serbuk sebesar 12,5% dengan nilai kalor bakar
sebesar 3061kal/g dan briket eceng gondok yang terbuat dari serbuk sebesar 15%
dengan nilai kalor sebesar 2556 kal/g.
Berdasarkan
hasil analisis sifat fisiko kimia dari ketiga jenis briket dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut: Eceng gondok dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku briket,
dengan nilai kalor bakar berkisar antara 2601 - 3370 kal/g, keteguhan tekan
antara 1,39 - 6,55 kg/cm ,kadar air antara 4,40 - 7,60%, kadar zat menguap
antara 24,77 - 56,00%, kadar abu antara 7,69 - 20,13%, karbon terikat antara
27,97 - 51,71%, waktu briket mulai terbakar antara menit 26 detik - 5 menit 45
detik, dan laju pembakaran berkisar antara 0,0618 - 0,1258 g/detik. Massa jenis
campuran eceng gondok dan air sebesar 1100 kg/m3. Kadar
perekat optimum dalam briket arang adalah pada konsentrasi 5%, briket campuran
12,5%, dan biobriket eceng gondok adalah pada konsentrasi perekat 15%. Jenis
briket terbaik adalah briket campuran arang eceng gondok dengan serbuk eceng gondok.2
Daftar
Pustaka
Shankera et al,
(2005), ”Chromium toxicity in plants.
Environment International”, 31, Hal. 739– 753
Ho, Y.S. and McKay,
G., (1998), “Pseudo-second order model for sorption processes”, Process
Biochemistry 34, Hal. 451–465
Ho,Y.S. (2006), “Review of second-order models for
adsorption systems”, Journal of Hazardous Materials B136, Hal. 681–689
Mohanty, K., Mousam
Jha, B.C. Meikap, M.N. Biswas, (2006),
Biosorption of Cr(VI) from aqueous solutions by Eichhornia crassipe. Chemical Engineering Journal 117, Hal.
71–77
Tidak ada komentar:
Posting Komentar