Kamis, 26 Juli 2012

pengelolaan dan pengolahan dari limbah yang baik dan benar dari limbah Pabrik Irma Sasirangan.


I.          PENDAHULUAN
1.      Latar Belakang
Selama masa perkuliahan, mahasiswa hanya diberikan berbagai teori atas berbagai hal yang dipelajari, dimana teroi ini kadang banyak yang dianggap masih abstrak dan sulit dipahami karena berbagai hal termasuk keterbatasan media dalam penyampaian materi yang sedang diajarkan. Oleh karena itusebagai realisasi dari berbagai teori yang telah dipelajari harus ada suatu fakta dan kejelasan agar penguasaan ilmu pengetahuan akan semakin mantap baik secara ilmiah maupun secara logika. Salah satu cara yang dapat dilakukan dengan mengadakan pembelajaran langsung ke lapangan atau sering dikenal dengan nama praktek kerja lapangan (PKL), dimana ketika berada di lapangan mahasiswa akan secara langsung berhadapan dengan berbagai kenyataan yang sebenarnya merupakan penerapan dari teori-teori yang diajarkan di bangku kuliah. Sehingga dari sini dapat dijadikan tolak ukur keberhasilan mahasiswa dalam belajar.
      Mata kuliah toksikologi lingkungan sendiri merupakan mata kuliah yang mengajarkan berbagai toksikan yang terdapat dialam terutama yang berada di lingkungan sekitar kita serta cara-cara pengolahan zat toksikan tadi sehingga tidak akan menimbulkan  efek pencemaran lingkungan. Kegiatan pembelajaran lapangan ini murni untuk menambah wawasan mahasiswa terhadap penanganan limbah dari suatu kegiatan usaha sehingga limbah tersebut memenuhi baku mutu atau layak untuk dibuang ke lingkungan. Berdasarkan informasi yang diperoleh bahwa salah satu kegiatan yang dilakukan oleh  Pabrik Irma Sasirangan  yang berlaku adalah kegiatan sasirangan. Oleh karena itu, kami selaku mahasiswa sangat tertarik untuk mempelajari pengelolaan limbah perusahaan tersebut yang bersifat ramah lingkungan 
      Selain itu pembelajaran lapangan ini juga dimaksudkan untuk memantapkan pemahaman tentang toksikologi lingkungan oleh mahasiswa sehingga tidak terjadi salah pengertian dan pemikiran dikemudian hari.

2.      Tujuan Kunjungan Lapangan
      Adapun tujuan dari dilaksanakannya PKL mata kuliah Toksikologi Lingkungan ini adalah untuk mempelajari dan mengetahui cara pengelolaan dan pengolahan dari limbah yang baik dan benar dari limbah Pabrik Irma Sasirangan.

3.      Kegunaan/Manfaat
Maksud dari diadakannya kegiatan ini adalah agar mahasiswa dari pengikut mata kuliah Toksikologi Lingkungan dapat mengerti bagaimana proses pengelolaan limbah yang baik dan benar.
Sedangkan bagi perusahaan yang bersangkutan, perusahaan tersebut dapat mensosialisasikan bagaimana cara pengelolaan dari limbah yang baik dan benar melalui mahasiswa yang melaksanakan penelitian.

4.      Waktu dan Tempat Pelaksanaan Kegiatan
Kegiatan ini dilaksanakan pada :
Hari         : Selasa
Tempat    : Pabrik Irma Sasirangan
Waktu     : 10.00- selesai

5.      Metode Kegiatan Pkl
Metode yang digunakan dalam peneltian kali ini adalah dengan cara mengamati proses pengelolaan dan pengolahan limbah yang dihasilkan oleh Pabrik Irma Sasirangan, dan juga melakukan tanya jawab dengan petugas yang berwenang dalam proses tersebut.
  
II.       KEPUSTAKAAN
Sejarah Modernisasi Kain Sasirangan
Oleh: Maskur
Sasirangan asal kata dari sirang. Sirang diambil dari kata bahasa banjar yang artinya rajut atau dirajut. Untuk lebih memudahkan dalam pengucapan atau mengingat kata tersebut maka kata sirang itu ditambah awalan dan akhiran, menjadi sasirangan. Kita sering mendengar kain jumputan Palembang. Kata jumputan itu berasal dari kata jumput, artinya diikat, mendapat akhiran maka menjadi kata jumputan.
Kalau kita perhatikan antara kain sasirangan dan kain jumputan, kelihatannya ada sedikit persamaan, baik dilihat dari warna maupun motif. Bahan baku kain dan bahan pewarna yang digunakan oleh pengrajin jumputan, sebagian juga ada digunakan oleh pengrajin sasirangan. Perbedaan kalau kain jumputan mereka menggunakan tali rapia yang sudah dikecilkan untuk mengikat motif dan merajut, sedangkan kain sasirangan itu lebih dominan menggunakan benang untuk menyirang atau merajut sehingga ketika proses akhir selesai, benang yang melekat pada kain itu dilepas maka motifnya lebih nampak kelihatan. Pola atau motif yang nampak itulah yang dinamakan sasirangan. Untuk mendapatkan motif sasirangan yang bagus diperlukan ketelitian pengrajin bagian sirang atau rajut, jika penusukan jarum yang mengikuti pola motif yang ada pada lembaran kain itu jaraknya tidak terlalu jauh dan juga menarik ikatan benangnya pada masing-masing motif itu kuat, istilah bahasa banjarnya pisit maka hasilnya akan jauh lebih baik dan motif sasirangan terlihat jelas.
Proses pembuatan kain sasirangan cukup rumit/unik, dikerjakan melalui tahap-tahapan mulai dari mendesign motif, merajut, mencelup, membuka rajutan, mencuci dan mensetrika. Keseluruhan penyelesaiannya dikerjakan oleh masing-masing pengrajin sesuai dengan keahliannya dan tidak menggunakan alat mekanis. Untuk mendapatkan hasil yang baik diperlukan pemilihan bahan baku dan pewarna yang berkwalitas, kalau kita menggunakan bahan warna yang berkwalitas maka Insya Allah hasilnya akan baik, ini bisa dilihat dengan kecerahan warna yang lekat pada kain itu (tidak kelihatan burem), awet dan tahan lama.
Sejarah Modernisasi (1986)
Sejarah ini muncul atas ide dan saran pemerintah daerah melalui kanwil departemen perindustrian propinsi Kalimantan Selatan (bidang industri kecil) kepada kantor Derpatemen Perindustrian Pusat (bidang industri kecil).
Kepala bidang industri kecil pada waktu itu adalah Dra. Edith Ratna, beliau juga dipercaya sebagai pimpinan proyek P2WIK-UNDF (Peningkatan Peranan Wanita Industri Kecil-United Nation Development Fund).
Untuk merealisasikan saran ini Pimpinan proyek beserta rombongan datang ke Banjarmasin dan melakukan kerjasama dengan kanwil departemen perindustrian propinsi Kalimantan Selatan (dulu kanwil ada di Banjarbaru) untuk membicarakan langkah-langkah ke depan tentang modernisasi kain pamitan/ sasirangan.
Informasi yang mereka peroleh sebelum datang ke Banjarmasin bahwa di daerah ini sejak dulu secara turun-temurun ada beberapa kelompok masyarakat pengrajin yang membuat kain pamitan/sasirangan, untuk keperluan pengobatan tradisional (kepercayaan), misalnya apabila ada anak balita yang sering mendapat sakit dan pertumbuhan tubuhnya terlambat maka dengan keyakinan memakai kain ini bisa menghilangkan dan menyembuhkan penyakit yang dialaminya. Kepercayaan lainnya yaitu sebagai acara/adat mandi-mandi bagi calon penganten dan ibu hamil tua agar mendapatkan kemudahan dalam melahirkan anak.
Selain informasi di atas, mereka juga pernah mendengar ada sebuah perkumpulan/organisasi yang membuat kain sasirangan untuk keperluan pakaian, namun usaha itu tidak bertahan lama.
Pengrajin pamintan yang masih aktif mengerjakan usahanya pada waktu itu, tempatnya di Jalan Seberang Mesjid Kelurahan Seberang Mesjid Banjarmasin (Seberang Pasar Lama). Untuk mewujudkan ide ini mereka kemudian mengadakan kunjungan dan melihat langsung proses pembuatan kain pamintan/sasirangan. Setelah mengamati dan mengadakan interview dengan pembuatnya lalu mereka menyarankan agar manfaat kain pamintan/sasirangan ini tidak hanya untuk pengobatan atau kepercayaan saja tapi bisa lebih diberdayakan untuk keperluan pakaian sehari-hari, dimana proses pembuatan dan penggunaan bahan baku kain dan bahan pewarna disesuaikan dengan bahan baku kain dan pewarna yang biasa dibuat oleh pengrajin batik. Dalam upaya untuk memenuhi keinginan ini mereka meminta agar bisa dihimpun anggota sebanyak 20 orang yang semuanya adalah wanita untuk mendapatkan pelatihan yang berkenaan dengan proses produksi. Pelatihan diadakan selama satu bulan penuh dengan mengambil tempat di balai Kelurahan seberang mesjid. Materi pelatihan antara lain Simulasi, Manajemen Pemasaran dan Produksi, Design motif, Pencelupan/pewarnaan serta materi lainnya yang ada hubungannya dengan modernisasi. Semua instruktur yang memberikan materi pelatihan itu didatangkan dari Balai Diklat Departemen Perindustrian Pusat Jakarta.
Setelah pelatihan selesai mereka memberikan bantuan berupa bahan baku kain dan pewarna agar bisa digunakan untuk membuat kain sasirangan sesuai dengan materi pelatihan yang diberikan dan juga mereka meminta supaya segera dibentuk satu wadah/organisasi. Pada tanggal 9 September 1986 terbentuklah suatu wadah yang diberi nama Kelompok Kayuh Baimbai (KUB), dengan tujuan agar para anggota ini bisa saling berkomunikasi serta dapat memasarkan hasil produksinya.
Sebelum rombongan kembali ke Jakarta ada beberapa pesan atau himbauan serta harapan yang dikemukakan oleh pimpinan/ketua P2WIK kepada anggota kelompok ini, jika suatu saat nanti diantara anggota pengrajin ada yang berhasil menjadi pengusaha sasirangan maka berikanlah kesempatan lapangan kerja sebanyak mungkin terutama kepada masyarakat yang ada di sekitar dimana saudara berdomisili.
Untuk pembinaan selanjutnya beliau menunjuk dan mengangkat Dra. Rohana (Pegawai Kantor Wilayah Departemen Perindustrian KalSel) sebagai koordinator serta Ibu Ida Fitria sebagai motivator untuk selalu memonitor perkembangan usaha kelompok ini, dan secara periodek mereka melaporkannya kepada ketua P2WIK Pusat.
      Peran serta P2WIK-UNDF dalam membina kelompok KUB ini diberikan secara terus-menerus selama lebih dari satu tahun. Dalam rangka memperkenalkan hasil kerajinan ini, terutama kepada masyarakat luar Kalimantan mereka sering mengikut sertakan ke setiap pameran-pameran yang ada di Jakarta dengan fasilitas ruang stand serta menanggung biaya transport. 
     Pada setiap pameran mereka juga membantu mendatangkan para perancang terkenal untuk penataan display kain sasirangan agar nampak kelihatan lebih ekslusif  sehingga bisa menarik perhatian para pengunjung yang lewat stand tersebut, selain itu pada saat berlangsungnya pameran setiap hari mereka secara bergiliran selalu mendampingi dan ikut aktif memberikan informasi kepada pengunjung mengenai proses pembuatan kain sasirangan. Sejak itulah kain sasirangan yang merupakan komoditas kebanggaan kerajinan daerah ini mulai dikenal banyak orang.Kami anggota kelompok patut bersyukur kepada Allah SWT yang telah membukakan jalan kepada Departemen Perindustrian Pusat dan Kanwil Perindustrian TK. I KalSel serta Kantor Perindustrian TK. II Kotamadya Banjarmasin yang begitu banyak membantu kami dalam memberikan informasi terutama kepada Pemda dan instansi terkait sehingga usaha ini bisa berkembang dan telah menjadi budaya masyarakat daerah ini untuk selalu memakainya sebagai pakaian sehari-hari, terutama untuk pakaian seragam kantor, sekolah, acara perkawinan, pertemuan-pertemuan dan juga sebagai barang souvenir bagi tamu-tamu yang datang ke daerah ini. Harapan kami mudah-mudahan kain kerajinan sasirangan ini dapat terus dilestarikan hingga pada masa akan datang. Untuk menjaga dan melestarikan budaya ini tentu peran pemerintah daerah melalui dinas terkait sangat kami harapkan agar kelangsungan hidup usaha ini dapat bertahan sampai kapanpun.
III.   PROSEDUR KUNJUNGAN LAPANGAN
1.          Melakukan kunjungan ke Pabrik Irma Sasirangan.
2.        Mendengarkan pengarahan dari karyawan pabrik Irma Sasirangan mengenai proses pengelolaan limbah dari pembuatan kain sasirangan.
3.     Melakukan pengamatan langsung ke tempat pengelolaan limbah sambil melakukan wawancara kepada karyawan.
4.          Mengamati proses pembuatan kain sasirangan dan pembuangan limbah.
5.          Mencatat hasil pengamatan.

IV.   HASIL/DATA
a.          Pembuatan pola
1)      Berbagai pola yang digunakan




1)      Proses pembuatan pola pada kain sasirangan
            Keterangan: gambar pola/motif di kain sasirangan
b.          Berbagai zat pewarna yang digunakan dalam pewarna kain sasirangan
1)          Berbagai zat warna 


2)          Proses pencampuran zat warna
a.      Soda api, NaCl, dan zat warna lainnya
b.      Pencampuran zat warna
Keterangan: zat warna yang sudah dimasukkan dalam baskom kemudian ditambahkan dengan air yang mendidih sehingga pencampuran ketiga jenis zat kimia merata.



V.       REKOMENDASI
Pencemaran air dari industri kain sasirangan dapat berasal dari : buangan air proses produksi, buangan sisa-sisa pelumas dan minyak, buangan bahan-bahan kimia sisa proses produksi, sampah potongan kain, dan lainnya.
Air buangan yang bersifat asam atau basa dapat menurunkan daya pembersih alam yang dipunyai air penampungnya. Air buangan yang mengandung bahan kimia dan sisa-sisa pelumas dapat merubah warna, bahkan dapat mengakibatkan matinya makhluk-makhluk air yang sangat penting artinya bagi kehidupan manusia.
Pada beberapa negara maju, termasuk di Indonesia telah ada peraturan pemerintah yang mengatur tentang baku mutu bahan buangan yang diizinkan untuk dibuang langsung ke dalam lingkungan. Dengan adanya peraturan tersebut, maka industri tekstil termasuk industri kain sasirangan boleh membuang limbah cairnya langsung ke lingkungan dengan ketentuan bahwa kandungan bahan kimia atau bahan lainnya dalam air buangannya tidak melebihi konsentrasi yang telah ditetapkan atau dengan kata lain memenuhi persyaratan.
Dilihat dari pengamatan yang kami lakukan dimana air buangan limbah zat warna hanya  dibuang di bawah rumah tanpa adanya pengolahan terlebih dulu pada limbah tersebut
1.   Parameter Air Buangan Industri Kain Sasirangan
Potensi pencemaran air buangan industri kain sasirangan sangat bervariasi tergantung dari macam proses yang dilakukan, kapasitas produks, jenis bahan baku, bahan pewarna dan bahan penolong yang digunakanserta kondisi lingkungan tempat pembuangannya.
Parameter yang digunakan untuk menunjukkan karakter air buangan industri kain sasirangan dapat disamakan dengan karakter air buangan industri tekstil yang meliputi parameter fisika seperti zat padat, suhu, warna dan bau; parameter kimia seperti lemak, minyak pelemas zat aktif permukaan, zat warna, fenol, sulfur, pH, krom, tembaga, senyawa racun, dan sebagainya.
a.   Parameter Fisika
1)      Padatan Total adalah jumlah zat padat yang tertinggal, apabila air buangan dipanaskan atau diuapkan pada suhu 103° C s/d 105° C. Padatan ini terdiri dari padatan tersuspensi, padatan koloidal, dan padatan terlarut.
2)      Padatan Tersuspensi, merupakan padatan dengan ukuran lebih besar dari 1 mikron, dapat mengendap sendiri tanpa bantuan zat tambahan (koagulan), meskipun dalam waktu agak lama.
3)      Padatan Koloidal, merupakan padatan dengan ukuran antara 1 milimikron sampai 1 mikron, tidak dapat mengendap tanpa bantuan koagulan. Kekeruhan air buangan antara lain disebabkan adanya partikel-partikel koloidal.
4)      Padatan Terlarut, merupakan padatan dengan ukuran lebih kecil dari 1 milimikron, terjadi dari senyawa organik atau anorganik yang dalam larutan berupa ion-ion.
5)      Warna, ditimbulkan dari sisa-sisa zat warna yang tidak terpakai dan kotoran-kotoran yang berasal dari sutera alam. Disamping dapat mengganggu keindahan, mungkin juga dapat bersifat racun, serta biasanya sukar dihancurkan. Genangan air yang berwarna, banyak menyerap oksigen dalam air, sehingga dalam waktu lama akan membuat air berwarna hitam dan berbau.
6)      Bau dari air buangan menandakan adanya pelepasan gas yang berbau seperti hidrogen sulfida. Gas ini timbul dari hasil penguraian zat organik yang mengandung belerang atau senyawa sulfat dalam kondisi kekurangan oksigen.
7)      Suhu air buangan biasanya lebih tinggi dari suhu air tempat pembuangannya. Pada suhu yang lebih tinggi kandungan oksigen dalam air berkurang sehingga memungkinkan tumbuhnya tanaman-tanaman air yang tidak diinginkan.

b.   Parameter Kimia
Parameter kimia yang digunakan untuk mengukur derajat pencemaran air buangan antara lain adalah : BOD, COD, pH, senyawa anorganik, senyawa organik, karbohidrat, protein, lemak dan minyak.
1)      Biologycal Oxygen Demand (BOD), adalah jumlah oksigen terlarut dalam air buangan yang dapat dipakai untuk menguraikan sejumlah senyawwa organik dengan bantuan mikro organisme pada waktu dan kondisi tertentu. Besaran BOD biasanya dinyatakan dalam satuan ppm,artinya kebutuhan oksigen dalam miligram yang dipergunakan untuk menguraikan zat pencemar yang terdapat dalam satu liter air buangan.
2)      Chemical Oxygen Demand (COD)
Beberapa jenis zat organik dalam air buangan sukar diuraikan secara oksidasi menggunakan bantuan mikro organisme, tetapi dapat diuraikan menggunakan pereaksi oksidator yang kuat dalam suasana asam, misalnya menggunakan kalium bikromat atau kalium permanganat. Besaran COD dinyatakan dalam satuan ppm.
3)      pH, merupakan parameter penting untuk kehidupan manusia, makhluk air, tanaman, kesehatan dan industri. Air buangan dikatakan bersifat asam apabila pH 1 s/d 7, dikatakan alkalis apabila pH 7 s/d 14, dan dikatakan netral apabila pH sekitar 7. Biasanya air buangan industri sasirangan bersifat alkalis karena dalam pengolahannya banyak menggunakan senyawa alkali seperti dalam pemasakan, pencelupan, dan pengelentangan.
4)      Senyawa Anorganik. Sangat beragam, pada umumnya berupa alkali, asam dan garan-garam. Zat-zat tersebut dapat menyebabkan kondisi air buangan bersifat alkalis, asam atau netral dengan kadar elektrolit tinggi.
5)      Senyawa Organik pada umumnya merupakan gabungan unsur, karbon, hidrogen, oksigen dan juga mungkin unsur nitrogen dan belerang.

c.       Pengolahan Limbah Cair secara Kimia
Prinsip yang digunakan untuk mengolah limbah cair secara kimia adalah menambahkan bahan kimia (koagulan) yang dapat mengikat bahan pencemar yang dikandung air limbah, kemudian memisahkannya (mengendapkan atau mengapungkan).
Kekeruhan dalam air limbah dapat dihilangkan melalui penambahan/pembubuhan sejenis bahan kimia yang disebut flokulan. Pada umumnya bahan seperti aluminium sulfat (tawas), fero sulfat, poli amonium khlorida atau poli elektrolit organik dapat digunakan sebagai flokulan.
Beberapa rekombinasi yang dapat kami berikan kepada pabrik limbah sasirangan dalam pengolahan limbahnya adalah:
1.      Dengan koagulasi
Dalam pengolahan limbah cara ini, hal yang penting harus diketahui adalah jenis dan jumlah polutan yang dihasilkan dari proses produksi. Umumnya zat pencemar industri kain sasirangan terdiri dari tiga jenis yaitu padatan terlarut, padatan koloidal, dan padatan tersuspensi. Terdapat 3 (tiga) tahapan penting yang diperlukan dalam proses koagulasi yaitu : tahap pembentukan inti endapan, tahap flokulasi, dan tahap pemisahan flok dengan cairan.
1.1  Tahap Pembentukan Inti endapan
Pada tahap ini diperlukan zat koagulan yang berfungsi untuk penggabungan antara koagulan dengan polutan yang ada dalam air limbah. Agar penggabungan dapat berlangsung diperlukan pengadukan dan pengaturan pH limbah. Pengadukan dilakukan pada kecepatan 60 s/d 100 rpm selama 1 s/d 3 menit; pengaturan pH tergantug dari jenis koagunlan yang digunakan, misalnya untuk :
 Alum
          pH 6 s/d 8
 Fero Sulfat
 pH 8 s/d 11
 Feri Sulfat
          pH 5 s/d 9
 PAC
          pH 6 s/d 9






1.2   Tahap Flokulasi
Pada tahap ini terjadi penggabungan inti inti endapan sehingga menjadi molekul yang lebih besar, pada tahap ini dilakukan pengadukan lambat dengan kecepatan 40 s/d 50 rpm selama 15 s/d 30 menit. Untuk mempercepat terbentuknya flok dapat ditambahkan flokulan misalnya polielektrolit.
         Polielektrolit digunakan secara luas, baik untuk pengolahan air proses maupun untuk pengolahan air limbah industri. Polielektrolit dapat dibagi menjadi tiga jenis yaitu non ionik, kationik dan anionik; biasanya bersifat larut air. Sifat yang menguntungkan dari penggunaan polielektrolit adalah : volume lumpur yang terbentuk relatif lebih kecil, mempunyai kemampuan untuk menghilangkan warna, dan efisien untuk proses pemisahan air dari lumpur (dewatering).

1.3  Tahap Pemisahan Flok dengan Cairan
Flok yang terbentuk selanjutnya harus dipisahkan dengan cairannya, yaitu dengan cara pengendapan atau pengapungan. Bila flok yang terbentuk dipisahkan dengan cara pengendapan, maka dapat digunakan alat klarifier, sedangkan bila flok yang terjadi diapungkan dengan menggunakan gelembung udara, maka flok dapat diambil dengan menggunakan skimmer.

Klarifier berfungsi sebagai tempat pemisahan flok dari cairannya. Dalam klarifier diharapkan lumpur benar-benar dapat diendapkan sehingga tidak terbawa oleh aliran air limbah yang keluar dari klarifier, untuk itu diperlukan perencanaan pembuatan klarifier yang akurat.
Kedalaman klarifier dipengaruhi oleh diameter klarifier yang bersangkutan. Misalkan dibuat klarifier dengan diameter lebih kecil dari 12m, diperlukan kedalaman air dalam klarifirer minimal sebesar 3,0 m.
Berdasarkan informasi yang diperoleh tentang pengelolaan limbah cair kimia secara baik yang telah dipaparkan di atas, maka kami selaku pengamat dalam praktek kuliah lapangan (PKL) ini memberikan saran-saran antara lain :
1)      Bagi pihak industri/pabrik sasirangan tersebut untuk membuatkan kolam penampungan dengan teknik pengolahan seperti diatas agar limbah dari perwarna tidak langsung di buang ke lingkungan karena sifatnya membahayakan.
2)      Selanjutnya, setelah dibuatkan kolam penampungan limbah cair dari sasirangan disarankan untuk dipisahkan dengan cara pengendapan, agar bahan kimia dari air pencemar tersebut dapat terpisah dengan air yang akan dibuang ke sekitar pemukiman masyarakat (sudah ramah lingkungan).
3)      Jika hal itu sudah dilakukan, maka langkah selajutnya disarankan untuk pada periode waktu tertentu kolam penampungan tadi diperiksa dalam waktu 6 bulan sekali untuk mengecek apakah ada yang rusak. Dan jika ada yang rusak maka hendaklah diperbaiki secepatnya.
4)      Selain itu, pada pabrik Irma sasirangan terjadi pencemaran air, udara dan tanah. Pencemaran udara yang terjadi ialah apada proses pewarnaan kain sasirangan yang baru dirajut, yaitu air panas yang dicampurkan dengan zat pewarna mengeluarkan uap yang sangat banyak dan terhirup oleh pekerjanya maka itu sangat berbahaya. Saran kami untuk para pekerjanya dalam melakukan pekerjaan menggunakan masker. Pencemaran air dan tanah yang terjadi pada proses pembuangan limbah, yaitu zat warna yang digunakan dalam proses pewarnaan dibuanga langsung kelingkungan sehingga menyebabkan terjadinya pencemaran. Menurut pekerja disana limbah yang dibuang masuk ke dalam pipa lalu pipa itu jarak dengan air sungai 500 meter, dan pipa pembuangan limbah itu ada yang bocor sehingga limbah langsung mencemari sungai yang ada disana. Dan menurut pendapat kami, sungai disana tidak efektif lagi untuk digunakan karena sudah tercemar oleh limbah industri dari pabrik Irma Sasirangan, tetapi sampai sekarang tidak ada penanganan lebih lanjut oleh pihak industri rumah tangga pabrik Irma Sasirangan. Menurut kami, hal ini sangat perlu diperhatikan oleh pihak Pabrik Irma Sasirangan.

VI.   DAFTAR PUSTAKA
Anonim 1. 2008. http://www. rubiyah.com

Maskur. 1986. Sejarah Modernisasi Kain sasirangan. Banjarmasin : Pabrik
        Irma Sasirangan.





LAMPIRAN


1.      Mengapa pada saat pewarnaan yang digunakan adalah air panas tidak menggunakan air dingin?
2.      Apakah dalam satu tempat seperti proses pembuatan motif sasirangan, penyetrikaan, pewarnaan, pembuangan limbah dijadikan satu. Apakah itu standar dan apa ada efek dari penyatuan tempat!

JAWABAN
1)      Secara spesifik belum tahu, tapi pewarnaan itu berupa padatan, exp: soda api, karena air panas jika dicampurkan dengan zat warna memudahkan cepat larut/homogen dibandingkan menggunakan air dingin. Kita analogikan saja gula yang dilarutkan ke dalam air panas lebih cepat larut dibandingkan dengan air dingin.
2)      Tergantung dari perusahaannya sendiri, tetapi menurut kami perusahaannya itu belum standar karena pada tempat produksinya disatukan dari tempat pembuatan motif sasirangan, proses pewarnaannya sampai pembuangan limbahnya. Seharusnya :
a.   Pembuatan motif sasirangan + penyetrikaan dijadikan satu tempat.
b.      Proses pewarnaan + pembuangan limbah dijadikan satu tempat.
Efeknya pasti ada, tapi bagi perusahaan tentu sudah memikirkan, apakah hal itu tidak memberi kesulitan bagi proses pembuatannya, tetapi kita tidak tahu pasti apa yang menyebabkan mereka menjadikan tempat produksi mereka menjadi satu tempat, kemungkinan masalah biaya atau masalah tempat. Karena kalau kita harus membedakan tempat produksinya harus memerlukan dana yang banyak dan tempat yang khusus atau luas

1 komentar:

Unknown mengatakan...

ijin copas ya mba/bu ?? ...

Welcome to my Activity

disini aq nampilin segala macam aktivitasku dan suasana hatiku baik senang, sedih, galau, gundah, gulana dll.

Total Tayangan Halaman