TUGAS
MATA KULIAH EMBRIOLOGI
( AHYT 243 )
Dosen Pengasuh :
Dra. Siti Wahidah Arsyad, M. Pd
Drs. Kaspul, M. Si
Topik : Kualitas Spermatozoa
Tujuan : Untuk mengetahui kualitas, motilitas, konsentrasi
dan morfologi
sperma tikus putih (Rattus
norvegicus L.)
Tempat : Laboratorium Biologi PMIPA FKIP UNLAM
Banjarmasin
I.
ALAT DAN
BAHAN
Alat yang digunakan :
1.
Mikrohemocytometer Neubauer 6. Pipet
leukosit
2.
Mikroskop 7. Cawan petri
3.
Gelas arloji 8. Kaca penutup
4.
Peralatan bedah 9. Baki
5.
Pipet tetes 10.
Stopwatch
Bahan yang digunakan :
1.
Tikus putih jantan dewasa (Rattus norvegicus L.)
2.
Larutan NaCl 0,9 %
3.
Kapas
II. CARA KERJA
Pengamatan kualitas spermatozoa meliputi kualitas,
motilitas, kecepatan gerak dan morfologi spermatozoa. Cuplikan spermatozoa
diperoleh dari cauda epididimis kanan yang diambil dari hewan yang telah
mendapat perlakuan selama satu bulan. Cauda epididimis dimasukkan ke dalam
gelas arloji yang berisi 1 ml garam fisiologis hangat (370C),
kemudian potong-potong dengan gunting kecil hingga halus dan diaduk dengan
gelas pengaduk. Suspensi spermatozoa yang telah diperoleh dapat digunakan untuk
pengamatan kualitas spermatozoa (Modofikasi dari First, 1991).
A. Langkah awal
1.
Menyiapkan Mikrohemocytometer Neubauer.
2.
Menyiapkan
mikroskop dengan perbesaran awal 10 x 10.
3.
Mengamati
alat tersebut di bawah mikroskop hingga mendapatkan bentuk kotak-kotak atau
kaca strimin.
4.
Memindahkan revolver (lensa objektif) ke perbesaran 10
x 40, kemudian menutup diafragma secara perlahan.
5.
Memokuskan
kaca strimin pada ukuran 4 x 4 sehingga yang kita lihat hanya berjumlah 16
kotak.
B. Menyiapkan suspensi
1.
Menekan kepala tikus dengan tangan kiri, menarik
ekornya dengan kencang sampai tikus itu mati.
2.
Melakukan pembedahan, kemudian mencari cauda epididymis
yang terletak di dalam bagian perut sebelah kanan.
3.
Menyiapkan 2 buah cawan petri.
4.
Meletakkan cauda epididymis ke dalam salah satu cawan
petri tadi, lalu menetesi 1 ml garam fisiologis hangat (370C).
5.
Memotong-motong
cauda epididimis dengan gunting kecil hingga halus dan mengaduk dengan batang
pengaduk. Suspensi spermatozoa yang telah diperoleh dapat digunakan untuk
pengamatan kualitas spetmatozoa.
C. Konsentrasi
spermatozoa ditentukan sebagai berikut:
1.
Menghisap suspensi spermatozoa dengan pipet leukosit
sampai tanda 1,0.
2.
Mengencerkan suspensi spermatozoa yang berada dalam
pipet dengan larutan garam fisiologis sampai tanda 11. Kemudian mengocok pipet
agar suspensi merata.
3.
Sebelum menghitung spermatozoa, terlebih dahulu
membuang beberapa tetes campuran spermatozoa agar yang terhitung nanti adalah
bagian yang benar-benar mengandung spermatozoa homogen.
4.
Memasukkan campuran spermatozoa ke dalam kotak-kotak
kamar hitung Neubauer, jumlah spermatozoa pada 16 kotak dihitung di bawah mikroskop
dengan perbesaran 400 kali.
5.
Hasil perhitungan merupakan jumlah spermatozoa dalam 10-5
ml suspensi spermatozoa.
D. Motilitas dan kecepatan gerak spermatozoa
1.
Mengamati suspensi spermatozoa yang telah diteteskan
pada bilik hitung Neubauer di bawah mikroskop dengan perbesaran 40 x 10 (400
kali).
2.
Menentukan motilitas spermatozoa dari 100 spermatozoa
dalam satu lapangan pandang dikali 100%. Mobilitas spermatozoa dinilai
berdasarkan persen spermatozoa dengan motilitas baik, yaitu spermatozoa yang
bergerak cepat, lurus ke depan, lincah dan aktif.
3.
Mengukur kecepatan gerak spermatozoa berdasarkan waktu
yang diperoleh spermatozoa untuk motil dan bergerak lurus menempuh satu kotak
mikrohemositometer Neubauer.
4.
Mencatat data yang diperoleh.
E. Morfologi spermatozoa
1.
Memeriksa morfologi spermatozoa yang dilakukan dengan
membedakan bentuk spermatozoa normal dan abnormal. Melakukan pengamatan ini di
bawah mikroskop dengan perbesaran 40 x 10 (400 kali).
2.
Menggambar dan memberi keterangan.
III.
TEORI DASAR
Spermatozoa
merupakan sel yang terdiri dari kepala dan ekor. Pada spermatozoa tikus, kepala
membentuk struktur seperti bulan sabit (falciform). Bagian ekor merupakan
bagian paling panjang pada spermatozoa, terdiri dari bagian leher, bagian
tengah dan bagian utama, juga terdapat bagian paling ujung.
Parameter
sperma merupakan salah satu alat yang terpenting untuk evaluasi kesuburan
seorang pria maupun hewan jantan. Beberapa sifat sperma yang sering dipakai
sebagai parameter kualitas sperma diantaranya konsentrasi, motilitas, kecepatan
gerak, dan morfologi spermatozoa (Sochadi dan Arsyad, 1983).
Konsentrasi
spermatozoa yang tinggi menunjukkan spermatogenesis yang berjalan dengan baik
dan proses pemeliharaan spermatozoa dalam epididimis yang berjalan baik juga
(De Kretser, 1997; Norris, 1990; Setchell, 1997).
Berdasarkan
mekanismenya, motilitas spermatozoa dapat dibedakan menjadi dua jenis :
a. Spermatozoa dengan motilitas baik, yaitu
spermatozoa yang bergerak lurus ke depan, lancar, cepat dengan gerak ekor yang
berirama.
b. Spermatozoa dengan motilitas yang kurang
baik, yaitu spermatozoa dengan motilitas bergetar atau berputar, tanpa arah,
lemah, aglutinasi, immature, dan motilitas spermatozoa karena kepala dan ekor
asimetris. (Soehadi dan Arsyad, 1983).
Gerakan ekor spermatozoa disebabkan oleh aktivitas kontraktil dari
mikrotubula aksonema. Gerakan ini sejenis dengan pergeseran myosin dan aktin
pada serabut otot. Sumber energi utama adalah ATP. Gerakan kontraktil diatur
oleh kalsium dan stimulasi ATP, protein dincin dengan protein mikrotubuli ganda
ke-2 yang bergeser ke arah dalam. ATP yang diperlukan untuk kontraksi
berhubungan dengan metabolisme di dalam mitokondria pada bagian tengah ekor
(Eddy, 1997).
Menurut Soehadi dan Arsyad (1983) pemeriksaan morfologi spermatozoa
ditunjukkan untuk melihat bentuk-bentuk spermatozoa. Pada umumnya setiap
penyimpangan morfologis dari struktur spermatozoa yang normal dipandang sebagai
abnormal. Abnormalitas spermatozoa dapat dibedakan:
a.
Abnormalitas kepala; kepala terlalu besar, kepala
terlalu kecil, kepala pipih, kepala dua dan amorfus, dan kepala bulat tanpa
akrosom.
b.
Abnormalitas bagian tengah; bagian tengah menebal,
patah, melipat, dan melekuk.
c. Abnormalitas ekor; ekor melingkar, ekor
patah, dan ekor lebih dari satu.
HASIL PENGAMATAN
Data Kelas
1. Konsetrasi Spermatozoa
Jumlah sperma dalam 10-5=
96 x 10-5 ml suspense
Jadi, dalam 1 ml terdapat 96 x 10-5
sperma
2. Motilitas Spermatozoa
Motilitas = Sperma yang bergerak x
100 % Jumlah
sperma
= 15
x 100 %
96
= 15,
625 %
3. Kecepatan gerak Spermatozoa
Kecepatan gerak spermatozoa dalam
µm = ¼
s = 0,005 sµm-1
50 µm
ANALISIS DATA
Klasifikasi:
Kingdom :
Animalia
Phylum :
Chordata
Subphylum :
Vertebrata
Classis :
Mammalia
Subclassis :
Theria
Ordo :
Rodentia
Subordo :
Simplicidentata
Familia :
Rattidae
Genus :
Rattus
Spesies :
Rattus norvegicus L.
(Sumber: Jasin, Maskoeri. 1989)
1. Konsentrasi Spermatozoa Tikus Putih (Rattus norvegicus L.)
Konsentrasi atau jumlah spermatozoa
/ml semen, dihitung dengan melihat di bawah mikroskop pada perbesaran 400x. Berdasarkan data
kelas, konsentrasi sperma pada tikus putih yaitu sekitar 96 x 10-5 ml suspensi.
Berdasarkan pengamatan yang telah
dilakukan, dapat diketahui bahwa konsentrasi spermatozoa tikus putih adalah
5,67 x 10-5 ml. Perhitungan ini didapat dari hasil bagi
antara jumlah sperma pada tiap konsentrasi dengan banyaknya pengulangan yang
dilakukan dikali dengan 10 -5 ml semen.
Berdasarkan pengamatan diketahui
bahwa jumlah sperma pada :
·
konsentrasi I ada 6 ekor
·
konsentrasi II ada 6 ekor
·
konsentrasi III ada 5 ekor
sehingga jumlah sperma pada semua konsentrasi
menjadi 17 sperma. Untuk mencari rata-ratanya, karena pengulangan dilakukan
sebanyak 3 kali maka jumlah tadi dibagi 3 sehingga didapat 5,67 dan nilai
rata-rata ini kemudian dikali 10-5 ml semen. Menurut Rehan et al
(1975) konsentrasi itu 8,1 ± 57 SD juta/ml, dengan range 4 – 318 juta/ml.
sedang menurut Smith et al (1978) konsentrasi itu 70 ± 65 SD juta/ml, dengan
range 0,1 – 600 juta/ml.
Menurut penggolongan
konsentrasi berdasarkan jumlah sperma, sperma pada mamalia (termasuk pada
manusia/pria) yaitu dibedakan atas 4 golongan:
1.
Polyzoospermia: > 250 juta/ ml.
2.
Nermozoospermia: 40-250 juta/ ml.
3.
Oligozoospermia: < 40 juta/ ml.
4.
Azoospermia: 0/
ml.
2. Motilitas Spermatozoa Tikus Putih (Rattus norvegicus L.)
Motilitas adalah perbandingan antara jumlah spermatozoa yang bergerak baik
dengan jumlah total keseluruhan sperma yang terdapat pada hasil pengamatan
dalam satuan persen (%). Jika sperma dengan motil bergerak/ maju > 40 %
maka sperma tersebut berada dalam tingkat normal. Pada pengamatan tingkat
motilitas spermanya ialah 15,63 persen berarti dalam tingkat tak normal.
Sperma akan berada pada kondisi normal jika persentase (%) motilnya
adalah 63 ± 16 SD, dengan range 10-95%. Tidak semua spermatozoa yang tidak
bergerak berarti mati, mungkin karena ada suatu zat cytotoxic atau antibodi
yang membuatnya tidak bergerak (Yatim, 1982; 54).
Berdasarkan hasil pengamatan yang
telah dilakukan motilitas spermatozoa tikus putih adalah 15/96 x 100% didapat
hasil sebesar 15,63 %. Dimana jumlah spermatozoa yang bergerak adalah 15 ekor
dan jumlah spermatozoa keseluruhan adalah 96 ekor. Menurut Rehan et al 1975 motilitas yang normal
adalah 63±16 SD dengan range 10-95%. Jika hanpir semua spermatozoa yang diamati
tampak mati, tidak bergerak disebut necrozoospermia, yang berarti infertil.
3.
Kecepatan Gerak Spermatozoa Tikus Putih (Rattus norvegicus L.)
Kecepatan gerak sperma diukur berdasarkan waktu yang diperoleh
spermatozoa untuk motil dan bergerak lurus menempuh satu kotak
mikrohemositometer. Karena hanya menggunakan perbesara 400 kali maka kecepatan
sperma tidak dapat diamati dengan jelas. Akan tetapi diperkirakan mencapai 0,005 sµm-1.
4. Morfologi Spermatozoa Tikus Putih (Rattus norvegicus L.)
Berdasarkan hasil pengamatan morfologi sperma tikus putih tidak begitu
jelas kelihatan yakni hanya titik-titik yang berpindah tempat. Namun jika
dibandingkan dengan literatur, bentuk kepalanya pada hasil pegamatan seperti
bulan sabit.
Satu sperma terdiri atas kepala dan ekor. Bagian-bagian dari sperma yang
berflagellum memiliki fungsi masing-masing, yaitu :
·
Kepala
berfungsi sebagai penerobos jalan menuju dan masuk ke dalam ovum, dan membawa
bahan genetis yang akan diwariskan kepada keturunannya. Kepala lonjong dilihat
dari atas dan pyliform dilihat dari samping, lebih tebal dekat leher dan
menggepeng ke ujung. Sebagian besar kepala berisi inti, yang kromatinnya sangat
berkondensasi untuk menghemat ruangan yang kecil, dan untuk melindungi diri
dari kerusakan ketika spermatozoon itu mencari ovum. Dua pertiga bagian depan
inti diselaputi oleh akrosom, berisi enzim untuk menembus dan memasuki ovum.
·
Ekor
untuk pergerakan menuju tempat pembuahan dan untuk mendorong kepala menerobos
selaput ovum. Inti dan akrosom berada dalam kepala . Inti mengandung bahan
genetis, akrosom mengandung berbagai enzim lisis. Akrosom ialah lisosom
spermatozoon, untuk melisis lendir penghalang saluran kelamin betina dan
selaput ovum. Seperti halnya lisosom umumnya, akrosom pun diproduksi oleh alat
golgi. Ekor berporoskan flegellum, flagellum ini memiliki rangka dasar disebut
axonema. Dibina atas 9 duplet dan 2 singlet mikrotubulus. Ekor mengandung
sentriol (sepasang, mitokondria dan serat fibrosa). Ekor dibagi atas leher,
bagian tengah, bagian utama dan bagian ujung.
·
Bagian
leher merupakan bagian penghubung ekor dan kepala. Tempat melekat ekor ke
kepala disebut implantatio fossa, dan bagian ekor yang menonjol disebut
capitulum, semacam sendi peluru kepala. Dekat capitulum terletak sentriol depan
(proximal). Sentriol ujung (distal) hanya berupa sisa pada spermatozoa matang.
Dari ekor inilah macam spermatozoa dapat dibedakan menurut struktur yaitu
:
1. Tak
berflagellum
2. Berflagellum
Yang tak berflagellum terdapat pada beberapa jenis Evertebrata, yakni
Nematoda, Crustacea, Diplopoda. Yang berflagellumlah yang umum terdapat pada
hewan. Flagellum itu ada yang satu dan ada yang dua (Yatim, 1982: 41-42). Di
dalam praktikum hanya dilihat sperma yang berflagellum.
Spermatozoa abnormal dapat berbentuk lain dari biasa, terdapat baik pada
orang fertil maupun infertil. Hanya saja pada orang fertil kadarnya sedikit
saja. Kalau % abnormal kebanyakan, mengakibatkan orangnya infertil.
Bentuk abnormal terjadi karena berbagai macam gangguan dalam
spermatogenesis, terutama waktu spermiogenesis. Gangguan itu mungkin karena
faktor hormonal, nutrisi, obat, akibat radiasi atau oleh penyakit.
Pada pengamatan setelah semen dibuat
untuk menjadi sediaan dengan pewarnaan dan mengamatinya di bawah mikroskop
perbesaran 40 x 10 didapatkan morfologi spermatozoa yang abnormal, kepala
spermatozoanya berbentuk bulan sabit, ekornya tidak begitu panjang.
Semen dianggap normal jika jumlah abnormal hanya 30-40%. Jika > 40%
disebut teratozoospermia. Jika 50%
infertile meski konsentrasi normal. Jadi semen yang digunakan dalam pengamatan
ini abnormal.
KESIMPULAN
1. Konsentrasi spermatozoa tikus putih
adalah: 96 x 10-5 ml.
2.
Motilitas spermatozoa tikus putih adalah 15/96 x 100% di
dapat hasil sebesar 15,63 %.
3.
Kecepatan gerak spermatozoa tikus putih yaitu 0,005
sµm-1.
4.
Pada tikus putih (Rattus
norvegicus L.) kualitas spermatozoanya tidak begitu baik karena walaupun
konsentrasinya sekitar 96 x 10-5
ml suspensi, akan tetapi motilitasnya hanya sekitar 15,63 %, sedangkan
morfologinya tidak dapat diamati dengan jelas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar