LAPORAN PENELITIAN
TOKSIKOLOGI
LINGKUNGAN
(
AHYT 256)
PENGARUH WIFOL TERHADAP KETAHANAN HIDUP IKAN NILA
Dosen Pengasuh :
Drs. Bunda Halang, MT
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN IPA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARMASIN
I. ALAT DAN BAHAN
A.
Alat
1.
Ember Plastik
2.
Suntikan
3.
Penghitung waktu (jam)
B.
Bahan
1.
Ikan Nila .
2.
Wifol
3.
Air
II. CARA KERJA
1. Menyiapkan alat dan bahan yang diperlukan.
2.
Mengukur larutan Wifol dengan
konsentrasi yang berbeda, yakni 1 ml; 2 ml; 3 ml dan 4 ml.
3.
Menyediakan 15 buah ember plastik
dan memberi label untuk kontrol dan masing-masing konsentrasi.
4.
Mengisi masing-masing ember
plastik tersebut dengan air ± 5 liter.
5.
Memasukkan larutan Wifol dengan
konsentrasi berbeda tersebut kedalam masing-masing ember yang telah berisi air.
6.
Memasukkan ikan nila pada tiap
ember tersebut.
7.
Mengamati perubahan yang terjadi.
III. TEORI DASAR
Toksikologi
merupakan salah satu pecahan dari bidang biologi terapan seperti kedokteran,
farmasi, ilmu lingkungan sanitasi, dan lain sebagainya. Dalam bidang ilmu
khusus ini dipelajari tentang racun (daya tacun dan keracunan) yang dapat
ditimbulkan oleh sesuatu.
Toksikologi
berasal dari kata toksik yang berarti racun dan logos yang berarti ilmu.
Pengertian lain yang dikemukakan tentang toksikologi adalah semua substansi
yang digunakan, dibuat atau hasil dari suatu formulasi dan produk untuk
menimbulkan pengaruh-pengaruh negative bagi manusia. Ada beberapa bentuk aksi
penyerangan dari suatu toksikan. Semua itu ditentukan bentuk toksisitas atau
daya racun yang dimiliki oleh toksikan. Bentuk-bentuk
toksisitas tersebut adalah:
-
Toksisitas fisika
-
Toksisitas kimia
-
Toksisitas fisiologi
Toksisitas pada
toksikologi berkaitan erat dengan terjadinya pencemaran lingkungan. Masalah
pencemaran lingkungan mulai terangkat kepermukaan dunia dan menjadi topic utama
berkisar pada tahun 50-an. Tepatnya ketika ditemukan suatu penyakit mental dan
kelainan pada syaraf (penyakit minamata) yang diderita oleh penduduk yang hidup
di sekitar teluk Minamat di Jepang.
Pencemaran atau
polusi adalah suatu kondisi yang telah berubah dari bentuk asal pada keadaan
yang lebih buruk. Pergeseran bentuk tatanan dan kondisi asal paa kondisi yang
buruk ini dapat terjadi sebagai akibat masukan dari bahan-bahan pencemar atau
polutan. Bahan polutan tersebut pada umumnya mempunyai sifat racun (toksik)
yang berbahaya bagi organism hidup. Toksisitas atau daya racun dari polutan itulah yang kemuidan menjadi pemicu
terjadinya pencemaran.
Lingkungan dapat
diartikan sebagai media atau suatu areal, tempat atau wilayah yang didalamnya
terdapat bermacam-macam bentuk aktivitas yang berasal dari ornamen-ornamen yang
saling mengikat, saling menyokong kehidupan mereka. Karena itu suatu tatanan
lingkungan yang mencakup segala bentuk aktivitas dan interaksi di dalamnya
disebut dengan ekosistem.
Suatu lingkungan
hidup dikatakan tercemar apabila telah terjadi perubahan-perubahan dalam
tatanan lingkungan itu sehingga tidak sama lagi dengan bentuk asalnya, sebagai
akibat dari masuk dan atau dimasukkannya suatu zat atau benda asing ke dalam
tatanan lingkungan itu. Perubahan yang terjadi sebagai akibat dari kemasukan
benda asing itu, memberikan pengaruh (dampak) buruk terhadap organism yang
sudah ada dan hidup dengan baik dalam tatanan lingkungan tersebut. Sehingga
pada tindak lanjut dalam arti bila lingkungan tersebut telah tercemar dalam
tingkatan yang tinggi, dapat membunuh dan bahkan menghapuskan satu atau lebih
jenis organism yang tadinya hidup normal dalam tatanan lingkungan itu. Jadi
pencemaran lingkungan adalah terjadinya perubahan dalam suatu tatanan
lingkungan asli menjadi suatu tatanan baru yang lebih buruk dari tatanan
aslinya.
Suatu substansi
toksik atau suatu substansi racun yang secara demonstrative mempunyai kemampuan
untuk menimbulkan kanker, tumor, atau pengaruh neoplastik pada manusia, ataupun
pada hewan percobaan, juga mampu menyebabkan terjadinya perubahan permanen dari
suatu keturunan atau perubahan genetis yang bersifat permanen pada keturunan
baik pada manusia ataupun hewan, menyebabkan cacat fisik pada perkembangan
janin manusia ataupun hewan dan bahkan dapat mengakibatkan terjadinya kematian
bila substansi tersebut masuk ke dalam tubuh baik melalui jalur pernafasan,
kulit, mata, mulut, ataupun jalur-jalur lainnya yang memungkinkan. Di samping
itu juga mampu mengakibatkan terjadinya perubahana atau kelainan seksual pada
manusia.
Kerusakan yang
ditimbulkan oleh suatu bentuk aksi kimia mempunyai bentuk dan variasi yang
luas. Asam-asam kuat atau alkalis, yang mengalami kontak langsung dengan organ
mata, kulit dan atau saluran pencernaan, dapat mengakibatkan kerusakan pada
jaringan dan bahkan kematian pada sel-sel. Di samping itu, kemasukan atau
keterpaparan oleh uap atau senyawa logam berat dapat mengakibatkan terganggunya
system metabolism atau system fisiologi tubuh.
Suatu bentuk aksi
serangan dari suatu toksikan secara fisika bebeda dengan bentuk serangan
toksikan secara kimia. Pada aksi fisika ini, bentuk serangan cenderung dalam
bentuk penghancuran dan peradangan. Sebagai contoh adalah kasus dermatitis yang
terjadi pada kulit, kekeringan, kulit pecah-pecah dan lain-lain.
Kenyataan itu
kemuidan mengungkapkan secara jelas bahwa masalah-masalah toksikologi tidak
dapat dipisahkan dari masalah-masalah lingkungan hidup seperti pencemaran
lingkungan.
IV.
HASIL PENGAMATAN
Tabel hasil pengamatan
Percobaan
|
Perlakuan
|
Tawal
|
Takhir
|
∆ T
|
I
(Minggu, 15/11/09)
Jam 10.00 wita
|
Kontrol
|
10.00
|
||
Konsentrasi: 1 ml
|
10.00
|
11.44
|
1 jam 44 menit
|
|
Konsentrasi: 2 ml
|
10.00
|
11.23
|
1 jam 23 menit
|
|
Konsentrasi: 3 ml
|
10.00
|
10.54
|
54 menit
|
|
Konsentrasi: 4 ml
|
10.00
|
10.31
|
31 menit
|
|
II
(Senin, 16/11/09)
Jam 13.00 wita
|
Kontrol
|
13.00
|
||
Konsentrasi: 0,1 ml
|
13.00
|
-
|
Ket: masih hidup
|
|
Konsentrasi: 0,2 ml
|
13.00
|
-
|
Ket: masih hidup
|
|
Konsentrasi: 0,3 ml
|
13.00
|
-
|
Ket: masih hidup
|
|
Konsentrasi: 0,4 ml
|
13.00
|
-
|
Ket: masih hidup
|
|
III
(Selasa, 17/11/2009, Jam
19.00 Wita)
|
Kontrol
|
19.00
|
||
Konsentrasi: 0,5 ml
|
19.00
|
04.25
|
9 jam 25 menit
|
|
Konsentrasi: 0,6 ml
|
19.00
|
03.55
|
8 jam 55 menit
|
|
Konsentrasi: 0,7 ml
|
19.00
|
02.45
|
7 jam 45 menit
|
|
Konsentrasi: 0,8 ml
|
19.00
|
01.10
|
6 jam 10 menit
|
V.
ANALISIS DATA
Pada percobaan ini, praktikan
melaksanakan uji daya ketahanan hidup ikan nila, menggunakan wifol sebagai
toksin. Wifol banyak digunakan masyarakat untuk pembersih lantai dan secara
tidak langsung dari pemakaian rumah tangga tersebut, Wifol dapat mencemari air
(habitat ikan).
Ikan nila telah banyak digunakan dalam
penelitian toksikologi karena respon ikan nila yang cukup cepat terhadap
perubahan lingkungan, ikan nila biasa dipelihara di tambak-tambak yang
terpelihara dengan baik dan jauh dari pencemar, namun lain halnya dengan ikan
nila yang ada di sungai-sungai (tidak ditambak) yang hidup secara alami,
ikan-ikan ini rentan terhadap pencemaran lingkungan air. Dari percobaan ini
praktikan dapat membuktikan bahwa ikan nila dapat digunakan sebagai
bioindikator bagi pencemaran air, artinya pada tingkat pencemaran tertentu ikan
nila tidak dapat hidup.
Pada percobaan ini, praktikan
melaksanakan 3 kali percobaan dengan adanya perubahan konsentrasi pada setiap
percobaan. Pada uji pendahuluan (percobaan I), digunakan konsentrasi Wifol sebanyak
1 ml, 2 ml, 3, ml, dan 4 ml, pada uji pendahuluan ini, percobaan gagal karena
ikan-ikan nila mati sebelum 2 jam setelah dimasukkan ke dalam ember yang berisi
air + Wifol, pada konsentrasi 4 ml, dalam waktu 31 menit ikan nila telah mati,
kemudian menyusul ikan dalam konsentrasi 3 ml, mati dalam waktu 54 menit, pada
konsentrasi 2 ml, ikan mati setelah 1 jam 23 menit, dan pada konsentrasi 1 ml
ikan mati setelah 1 jam 44 menit, waktu ini dihitung dari awal memasukkan ikan
ke dalam ember yang berisi air yang telah diberi wifol masing-masing
konsentrasi. Rendahnya ketahanan hidup ikan nilai pada percobaan I ini,
disebabkan oleh konsentrasi detol yang terlalu tinggi, dan ikan nila yang
digunakan cukup kecil (masih belum dewasa), sehingga daya tahan terhadap konsentrasi
yang tinggi sangat lemah.
Pada percobaan II, digunakan konsentrasi
0,1 ml, 0,2 ml, 0,3 ml, 0,4 ml, pada pengamatan percobaan ini, ikan nila tetap
hidup sampai hari berikutnya (Senin jam 13.00 wita sampai Selasa 19.00 wita),
karena ikan tidak ada yang mati, maka konsentrasi ditambahkan menjadi
masing-masing 0,5 ml, 0,6 ml, 0,7 ml, dan 0,8 ml, penambahan konsentrasi
dilakukan pada hari Selasa pukul 19.00 wita. Dari Selasa 19.00 wita, dikatakan
sebagai percobaan III karena adanya penambahan konsentrasi, akhirnya pada pukul
01.10 ikan nila pada konsentrasi 0,8 ml mati (6 jam l0 menit dari pukul 19.00),
disusul ikan pada konsentrasi 0,7 pada pukul 02.45 (8 jam 45 menit dari pukul
19.00), kemudian ikan pada konsentrasi 0,6 ml mati pada pukul 03.55 (8 jam
55 menit dari pukul 19.00), dan yang
terakhir ikan pada konsentrasi 0,5 ml mati pada pukul 04.25 (9 jam 25 menit
dari pukul 19.00).
Dari ketiga percobaan di atas, ikan nila
yang sebagai kontrol tetap hidup sampai akhir percobaan, hal ini membuktikan bahwa
ikan nilai dapat digunakan sebagai bioindikator.
Dari konsentrasi terendah 0,5 ml per 5
liter air, Wifol sudah mampu mengganggu ketahanan hidup ikan nila, hal ini
berarti jika Wifol banyak mencemari lingkungan air, bukan tidak mungkin habitat
ikan menjadi tercemar, dan akhirnya populasi ikan akan menurun, atau ikan
tersebut menjadi berbahaya jika dikonsumsi manusia.
VI. KESIMPULAN
1.
Ikan nila dapat digunakan sebagai
bioindikator terhadap pencemaran Wifol pada air.
2.
Ketahanan hidup ikan nila mulai
terganggu pada konsentrasi wifol 0,5 ml per 5 liter air.
3.
Tinggi
konsentrasi zat pencemar mempengaruhi ketahanan hidup ikan secara signifikan,
artinya semakin tinggi konsentrasi zat, maka ketahanan hidup ikan semakin
terganggu, sehingga memberikan efek negatif.
VII. DAFTAR PUSTAKA
Kaspul. 2009. Penuntun
Praktikum Fisiologi Hewan. PMIPA FKIP UNLAM. Banjarmasin.
Kimball, J.W. 1992. Biologi
Jilid I. PN. Erlangga. Jakarta.
Suntoro, S. S. 1994. Anatomi Hewan Materi Pokok Modul 1 – 6. Universitas Terbuka.
Jakarta.
Wulangi, Kartolo. S. 1993. Prinsip-Prinsip Fisiologi
Hewan. Depdikbud. Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar