SKRIPSI
Untuk
Memenuhi Persyaratan
dalam
Menyelesaikan Program Strata-1
Pendidikan
Biologi
Oleh:
SOPHIA NIRMALIDA
NIM : AIC208010
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN IPA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARMASIN
JANUARI 2012
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kehadiran dan ketidakhadiran, kesuburan dan
ketidaksuburan serta keberhasilan atau kegagalan relatif berbagai komunitas
tumbuhan melalui takson-takson penyusunnya dipengaruhi oleh faktor lingkungan.
Faktor-faktor tersebut dapat berupa faktor edafik dan faktor klimatik seperti suhu,
kelembaban, angin, kombinasi faktor-faktor tersebut pada akhirnya dapat
menentukan tipe-tipe vegetasinya, selain itu faktor lingkungan juga berpengaruh
yaitu faktor biotik yang merupakan faktor-faktor yang ditimbulkan oleh makhluk
hidup, baik hewan maupun tumbuhan (Polunin, 1990). Hal senada juga dijelaskan
oleh Nirarita dkk. (1996), faktor-faktor lingkungan utama yang menentukan
keberadaan spesies tumbuhan adalah faktor iklim, faktor fisiografik, faktor
edafik, dan faktor biotik.
Wilayah pantai merupakan salah satu tipe lahan basah, yaitu
lahan basah pesisir yang meliputi daerah pesisir yang tergenang air, yang
umumnya payau atau asin, baik secara tetap atau musiman, umumnya terpengaruh
oleh pasang surut air laut dan kondisi laut lainnya. Ekosistem yang termasuk
dalam kelompok ini adalah hutan bakau, dataran lumpur dan pasir, muara, padang
lamun, dan rawa-rawa di daerah pesisir, sedangkan tipe lahan basah lainnya
adalah lahan basah daratan meliputi daerah yang jenuh atau tergenang oleh air
yang pada umumnya bersifat tawar dan tidak terkena pengaruh air laut. Tipe
lahan basah yang termasuk kelompok ini yaitu danau, sungai air terjun, rawa air
tawar, dan danau-danau musiman (Nirarita dkk., 1996).
Salah satu daerah di kawasan Pantai Takisung
Kabupaten Tanah Laut ditemukan perairan tergenang
yang pada awalnya merupakan kawasan muara sungai yang berbatasan dengan laut, berdasarkan
survei pendahuluan pada bulan mei terlihat sungai tersebut tidak mengalir lagi
dan berubah menjadi perairan tergenang. Perairan tergenang ini memiliki jarak
50 meter dari laut dengan panjang keseluruhan ±3 km dengan lebar yang
bervariasi antara 40-60 meter yang banyak ditemukan tumbuhan berupa herba dan
semak baik ditepian maupun di dalam kolam. Berdasarkan hasil wawancara, penduduk
sekitar memanfaatkan perairan tergenang tersebut sebagai sumber ikan.
Masyarakat setempat juga menggunakan ranting semak sebagai
bahan kayu bakar, sehingga mereka menebang semak untuk mengambil rantingnya.
Aktivitas warga ini dapat menghilangkan tumbuhan semak padahal tumbuhan semak
yang hidup di sekitar perairan tesebut memiliki peran yang penting sebagai
penahan erosi dan mempertahankan kelangsungan perairan karena kemampuan
perakarannya yang kuat dalam mengikat tanah.
Menurut Nazaruddin (1994), semak adalah
tanaman yang agak kecil dan rendah, agak berkayu atau hanya cabang utamanya
yang berkayu, serta pertumbuhannya cenderung merambat dan menjalar. Tanaman
ini cukup padat dan menutupi permukaan tanah sehingga dapat berfungsi sebagai
penahan erosi dan mempertinggi resapan air (Lisnawati & Wibowo, 2007), sedangkan menurut
Darsiharjo (2006) bangunan yang dibongkar kemudian tumbuh semak, secara
ekologis lebih baik dan berfungsi sebagai daerah resapan air dan biodiversiti.
Menurut Rachman dkk. (2007)
tanaman semak berfungsi sebagai media intersepsi hujan strata/lapisan
kedua setelah pepohonan, menghasilkan guguran daun, ranting dan cabang yang
dapat melindungi permukaan tanah dari pukulan langsung butir-butir hujan, menyalurkan
air ke sekitar perakaran dan melepasnya secara perlahan-lahan. Semak memiliki perakaran
yang dalam dan kanopi lebat. Contoh: sadaguri (Sida rhombifolia L.),
opo-opo/hahapaan (Flemingia sp.),
orok-orok (Crotalaria sp.). Flemingia sp. merupakan salah satu spesies
semak pengendali longsor.
Lestari (2006) melakukan penelitian pada daerah estuaria di Desa Bawah
Layung Kecamatan Kurau Kabupaten Tanah Laut yang menemukan enam spesies semak
yang mampu hidup di daerah tersebut, dan Ambrani (2003) telah melakukan
penelitian spesies semak di pesisir
Pantai Batakan kecamatan penyipatan kabupaten tanah laut juga menemukan 17 spesies
semak.
Hayati (2001) juga melakukan
penelitian herba pada daerah Pesisir Pantai Desa Muara Kintap Kabupaten Tanah
laut, menemukan 16 Familia
dengan 33 spesies herba yang mampu
hidup pada daerah tersebut. Dari hasil penelitian tersebut dapat
disimpulkan bahwa adanya perbedaan spesies semak yang tumbuh pada masing-masing
daerah begitu juga jumlahnya. Komposisi tumbuhan merupakan daftar
floristik dari spesies tumbuhan yang ada dalam suatu komunitas, sedangkan struktur tumbuhan adalah merupakan hasil
penataan ruang dan komponen penyusun tegakan dan bentuk hidupnya, stratifikasi
dan penutupan vegetasi. Kajian komposisi dan struktur vegetasi dapat diketahui
tumbuhan apa saja yang hidup pada daerah tersebut dan peranannya dalam suatu
habitat. Struktur vegetasi dengan komposisinya akan berbeda-beda sesuai dengan
kondisi lingkungan habitatnya (Fachrul, 2007).
Berdasarkan uraian di atas, maka diperlukan informasi
tentang tumbuhan optimal yang dapat tumbuh di tempat tersebut terutama tumbuhan
semak yang memiliki perakaran yang cukup kuat. Hal tersebut diperkuat dengan
adanya informasi dari BKSDA (Balai Konservasi Sumber Daya Alam) Tanah laut yang
belum pernah melakukan pendataan di kawasan tersebut, oleh sebab itu perlu
dilakukan penelitian tentang bagaimanakah komposisi dan struktur semak yang
terdapat di Tepi Kawasan Perairan Tergenang di Desa Takisung. Perairan
tergenang tersebut bisa juga dijadikan sebagai sumber belajar bagi siswa untuk
pembelajaran berbasis lingkungan dan ekosistem alam khususnya terhadap
keanekaragaman floranya.
1.2
Rumusan Masalah dan Batasan Masalah
1.2.1 Berdasarkan latar belakang
yang telah diuraikan di atas, maka dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut:
(1) Bagaimanakah komposisi
semak di tepi Kawasan Perairan Tergenang Desa Takisung Kecamatan
Takisung Kabupaten Tanah Laut?
(2) Bagaimanakah struktur semak di tepi Kawasan Perairan Tergenang Desa Takisung Kecamatan Takisung Kabupaten
Tanah Laut?
1.2.2
Masalah dalam penelitian ini dibatasi
pada :
(1) Komposisi dalam
penelitian ini adalah tentang spesies-spesies semak yang dapat tumbuh di tepi Kawasan Perairan Tergenang Desa Takisung Kecamatan
Takisung Kabupaten Tanah Laut dan diusahakan sampai
tingkat spesies.
(2)
Struktur dalam penelitian
ini adalah nilai penting tiap-tiap spesies dan Indeks Deversitas.
(3)
Perairan tergenang ini
memiliki jarak ±50 meter dari laut. Panjang perairan tergenang yang diteliti ±1,5
km dan lebarnya bervariasi antar 40-60 meter.
1.3
Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini
adalah untuk mengetahui:
(1)
Komposisi semak di tepi Kawasan Perairan Tergenang Desa Takisung Kecamatan
Takisung Kabupaten Tanah Laut.
(2) Struktur semak di tepi Kawasan Perairan Tergenang Desa Takisung Kecamatan
Takisung Kabupaten Tanah Laut.
1.4
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini
diharapkan memberikan manfaat :
(1) Sebagai bahan informasi khususnya bagi mahasiswa pendidikan
Biologi tentang spesies-spesies semak di tepi Kawasan Perairan Tergenang
Desa Takisung Kecamatan Takisung Kabupaten Tanah Laut.
(2) Sebagai
penunjang mata kuliah Ekologi Tumbuhan, Ekologi Lahan
Basah, Botani
Tumbuhan Tinggi dan Morfologi Tumbuhan.
(3) Aplikasi dan penunjang mata pelajaran tentang
Ekosistem pada semester 1 dan Klasifikasi Tumbuhan pada semester 2 di Sekolah
Menengah Pertama dan materi Keanekaragaman Hayati pada semester 1 di Sekolah
Menengah Umum.
(4) Sebagai
sumber informasi bagi masyarakat desa dan masyarakat sekitarnya mengenai spesies-spesies
semak yang ada di Tepi Kawasan Perairan Tergenang di Desa Takisung Kecamatan
Takisung Kabupaten Tanah Laut.
(5) Sebagai
bahan masukan untuk penelitian selanjutnya dalam ruang lingkup yang lebih luas.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Komposisi Vegetasi
Komposisi spesies merupakan salah
satu sifat komunitas tumbuhan. Vegetasi menggambarkan perpaduan berbagai spesies
tumbuhan di suatu wilayah atau daerah. Jika suatu wilayah berukuran luas, vegetasinya
terdiri atas beberapa bagian vegetasi atau komunitas tumbuhan yang menonjol sehingga
terdapat tipe vegetasi. Kebanyakan komunitas
memperlihatkan pola atau struktur dalam tatanan bagian komponen. Struktur suatu
komunitas terdapat dalam bentuk stratifikasi tegak (komunitas hutan), zonasi
mendatar (komunitas laut intertidal) atau dalam pola-pola fungsional yang
berkaitan dengan aktivitas, jaring makanan, perilaku reproduksi atau perilaku
sosial dari organisme (Michael, 1996).
Komposisi vegetasi pada habitat yang berbeda akan menunjukkan komposisi spesies
yang berbeda misalnya komposisi spesies kawasan estuaria, Lestari (2006) menemukan
enam familia yaitu familia Compositae, familia Acanthaceae, familia Palmae, familia
Papilionaceae, familia Polypodiaceae, familia Rhamnaceae, dengan enam spesies
semak yang mampu hidup di daerah tersebut yaitu Pluchea indica Less., Acanthus
ilifolius L., Calamus sp., Derris
ellliptica Bth., Acrostichum aureum
L., dan Zizyphus sp.
Komposisi spesies semak di
pesisir Pantai Batakan Ambrani (2003) menemukan 11 Familia yaitu familia Verbenaceae, familia Apocynaceae,
familia Papilonaceae, familia Euphorbiaceae, familia Compositae, familia
Melastomaceae, familia Combretaceae, familia Pandanaceae, familia Tiliaceae, familia
Rubiaceae, familia Myrsinaceae, dengan 17 spesies semak yang mampu hidup pada daerah tersebut yaitu Vitex ovata, Cerbera manghas, Avecinia
agallocha, Eupatorium odoratum,
Derris sp., Melastoma malabathricum,
Aegiceras corniculatum, Lantana camara,
Clerodendron inerme, Triumfetta indica, Crotolaris striata, Pandanus tectorius,
Lumnitzera racemosa, Exocoecaria agallocha, Catharanthus roseus, Euphorbia
atoto, dan Oldendlandia corymbosa.
Komposisi spesies herba di
Pesisir Pantai Desa Muara Kintap Kabupaten Tanah laut, Hayati (2001) menemukan 16 familia yaitu familia
Orcihidae, Cyperaceae, Poaceae, Convolvulaceae, Scrophulariaceae, Compositae,
Rubiaceae, Sterculiaceae, Asteraceae, Zingiberaceae, Malvaceae, Verbenaceae,
Euphorbiaceae, Labiatae. Apiaceae, Pandanaceae dengan 33 spesies herba yang mampu hidup pada daerah
tersebut yaitu Spathoglottis plicata
B.I, Fimbristylis tpmentosa Vahl, Digitaria violascens Link, Ipomea pescaprae, Eleocharis ochostahys steud, Paspalum
conjugatum Berg, Lindernia crustacean
(L) F.V.M, Eriochloa polystchya,
H.B.K, Cyperus tenuiculmis Boeck, Eragrotis unioloides (Retz), Cyperus tenuiculmis Boeck, Vernonia ceneria Less, Polystrians amoura Hack, Hedyotis diffusa Willd, Melochia cerchorifolia, Sonchus arvenis L., Panicum repens L., Imperata
cylindrical L., Eclipta prostate,
Galinsoga parviflora Cav, Agregatum
conyzoides L., Alpinia galanga, Sida
rhombifolia, Stachytarpheta jamaicensis L., Phyllantus debilis, Hedyotis corymbosa L., Xyris indica L., Cyperus
conyzoides, Hyptis brevipes Poit, Centella
asiatica L. Urb., Leersia hexandra
Sw, Mitracarpus villosus (Sw) DC, Pandanus tectorius.
2.2
Struktur Vegetasi
Menurut Michael (1996)
dijelaskan bahwa struktur suatu komunitas alamiah bergantung pada cara dimana
tumbuhan atau hewan tersebar atau terpencar didalamnya.
Di muka bumi ini, suatu bentang alam tertentu spesies-spesies tumbuhan
berkecenderungan untuk berkelompok membentuk masyarakat tumbuhan. Pada dasarnya vegetasi terbentuk
sebagai akibat dari adanya dua fenomena penting, yaitu adanya perbedaan dalam
toleransi terhadap lingkungan dan adanya heterogenitas dari lingkungan.
Berdasarkan kedua
fenomena ini maka penutupan vegetasi di bumi ini memperlihatkan bentuk-bentuk
serta keanekaragaman yang berbeda-beda antara tempat yang satu dengan tempat
yang lainnya yang bersifat karakteristik. (Dharmono, 2008).
Komposisi dan struktur suatu vegetasi
merupakan fungsi dari beberapa faktor, seperti : flora setempat, habitat
(iklim, tanah dan lain-lain), waktu dan kesempatan (Rahmasari, 2011).
Analisis vegetasi adalah cara
mempelajari susunan (komposisi spesies) dan bentuk (struktur) vegetasi atau
masyarakat tumbuh-tumbuhan. Struktur vegetasi adalah bentuk pertumbuhan, stratifikasi
dan penutupan tajuk, untuk keperluan analisis vegetasi diperlukan data-data spesies,
diameter dan tinggi untuk menentukan INP (Indeks nilai penting) dari penyusun
komunitas hutan tersebut. Dengan analisis vegetasi dapat diperoleh informasi
kuantitatif tentang struktur dan komposisi suatu komunitas tumbuhan (Rahmasari,
2011).
Menurut Nababan dkk. (2008)
analisis vegetasi dapat digunakan untuk mempelajari susunan dan bentuk vegetasi
yang meliputi tegakan hutan (tingkat pohon dan permudaanya) dan tegakan
tumbuhan bawah (suatu spesies vegetasi dasar yang terdapat di bawah tegakan
hutan kecuali permudaan pohon hutan, padang rumput, dan vegetasi semak
belukar), dengan menggunakan metode analisis vegetasi, perbandingan spesies
vegetasi berdasarkan ketinggian dapat diketahui. Spesies vegetasi berdasarkan
ketinggian bervariasi dikarenakan adanya beberapa faktor yang mempengaruhinya
seperti faktor tanah dan iklim.
Menurut Fachrul (2007) analisis vegetatif yang dilakukan pada area luas tertentu umumnya
berbentuk segi empat, bujur sangkar, atau lingkaran serta titik-titik. Adapun
untuk tingkat semai serta tumbuhan bawah yang rapat digunakan petak contoh
titik atau bentuk kuadrat untuk tumbuhan yang tidak rapat. Variasi ukuran petak
contoh tergantung pada homogenitas vegetasi yang ada.
Dalam pelaksanaannya sangat
ditunjang dengan variabel-variabel yang diperlukan untuk menggambarkan baik
struktur maupun komposisi vegetasi, diantaranya adalah :
(1) Kerapatan, untuk menggambarkan jumlah
individu dari populasi spesies.
(2) Kerimbunan, variabel yang menggambarkan
luas penutupan suatu populasi disuatu kawasan, dan bisa juga menggambarkan luas
daerah yang dikuasai oleh populasi tertentu atau didominasinya.
(3) Frekuensi, variabel yang
menggambarkan penyebaran dari populasi disuatu kawasan.
Variabel-variabel
tadi merupakan sebagian, tapi terpenting dari sejumlah variabel yang diperlukan
untuk menjabarkan suatu karakteristik vegetasi yang biasa dikenal dengan variabel yang bersifat
kuantitatif (Dharmono, 2008).
Berdasarkan tujuan pendugaan kuantitatif komunitas vegetasi
dikelompokkan ke dalam 3 kategori, yaitu :
(1)
Pendugaan
komposisi vegetasi dalam suatu areal dengan batas-batas spesies dan membandingkan
dengan areal lain atau areal yang sama namun waktu pengamatan berbeda.
(2)
Menduga
tentang keragaman spesies dalam suatu areal.
(3)
Melakukan
korelasi antara perbedaan vegetasi dengan faktor lingkungan tertentu atau
beberapa faktor lingkungan (Rahmasari, 2011).
Keragaman spesies dapat diambil untuk menandai jumlah spesies dalam suatu
daerah tertentu atau sebagai jumlah spesies diantara jumlah total individu dari
seluruh spesies yang ada. Hubungan ini dapat dinyatakan secara numerik sebagai
indeks keanekaragaman (Michael, 1996).
Menurut Fachrul (2007), besarnya indeks keanekaragaman spesies
didefinisikan sebagai berikut :
a)
Nilai H' > 3
menunjukkan bahwa keanekaragaman spesies pada suatu transek adalah tinggi.
b)
Nilai H' 1 ≤ H' ≤ 3 menunjukkan bahwa
keanekaragaman spesies pada suatu transek adalah sedang.
c)
Nilai H' < 1
menunjukkan bahwa keanekaragaman spesies pada suatu transek adalah sedikit.
Struktur vegetasi terdiri dari atas bentuk kehidupan ukuran
dan rimbunan tumbuhan, manfaat daun, ukuran dan tekstur daun adalah aspek
struktur tumbuhan yang biasa dipelajari. Struktur vegetasi pada habitat yang berbeda akan menunjukkan struktur
vegetasi yang berbeda, misalnya Lestari (2006) telah
melakukan penelitian pada daerah estuaria di Desa Bawah Layung Kecamatan Kurau
Kabupaten Tanah Laut yang menemukan ada enam spesies semak yang mampu hidup di
daerah tersebut memiliki NP tertinggi pada daerah tepi adalah Achanthus ilicifolius sedangkan NP
terendah dimiliki oleh Derris elliptica.
Pada daerah tengah yang memiliki
NP tertinggi adalah Pluchea indica
sedangkan NP terendah dimiliki Zizyphus
sp. Pada daerah dalam yang memiliki NP tertinggi adalah Derris elliptica sedangkan NP terendah dimiliki oleh Zizyphus sp. Semak yang tumbuh di daerah
dalam lebih beraneka ragam dengan indeks keanekaragaman spesies sebesar 1,79
dibandingkan dengan daerah tepi dan tengah dengan indeks keanekaragaman spesies
sebesar 1,52 dan 1,76.
Ambrani (2003) telah melakukan penelitian spesies semak di pesisir Pantai Batakan kecamatan penyipatan Kabupaten
Tanah Laut juga menemukan 17 spesies semak. Spesies yang memiliki NP tertinggi
vegetasi semak pada daerah kosong di zona 1, 2, 3 adalah Vitex ovata dan Triumfetta
indica, sedangkan pada daerah pariwisata yang memiliki NP tertinggi di zona
1, 2, 3 adalah Melastoma malabathricum,
dan pada daerah penduduk yang memiliki NP tertinggi adalah Vitex
ovata dan Euphatorium odoratum. Indek
keanekaragaman tertinggi hanya terdapat pada satu tempat yaitu pada daerah
kosong zona 2 dengan indek keanekaragaman 3,06 sedangkan pada daerah lain dan
zona lain indeks keanekaragamannya di bawah 3 atau sangat rendah.
Rendahnya keanekaragaman spesies
tersebut mungkin disebabkan oleh faktor lingkungan yang mendukungnya seperti
iklim, topografi, tanah dan faktor biotik, sehingga dapat disimpulkan bahwa spesies
semak yang ditemukan tidak begitu beragam. Hayati (2001) telah melakukan
penelitian spesies
herba di pesisir pantai desa muara kintap kabupaten tanah laut 33 spesies herba,
spesies yang membentuk NP tertinggi adalah spesies Spathoglottis plicata BI, Fimbristyllis
tomentosa, dan Digitaria violascens,
sedangkan untuk transek 2 spesies Digitaria
violascens, Panicum repens, dan Imperata
cylindrica. keanekaragaman tertinggi hanya terdapat
pada satu tempat yaitu pada transek 1 sebesar 4,09 dan transek 2 4,16.
2.3 Tinjauan Umum tentang Semak
Struktur vegetasi terdiri dari atas bentuk kehidupan ukuran
dan rimbunan tumbuhan, manfaat daun, ukuran dan tekstur daun adalah aspek
struktur tumbuhan yang biasa dipelajari. Menurut Michael (1996),
bentuk-bentuk kehidupan tumbuh-tumbuhan dapat dikelompokkan menjadi empat
katagori utama, yaitu :
(1)
Pohon-pohon : tumbuhan berkayu dengan
batang tunggal, umumnya lebih tinggi dari 8 meter.
(2)
Semak-semak : memiliki beberapa cabang dan
umumnya kurang dari 8 meter tingginya.
(3)
Rempah-rempah : tumbuhan
yang tidak berkayu dan berdiri tegak.
(4)
Tumbuhan lumut : dapat
berupa lumut, jamur dan lumut hati.
Menurut Michael (1996),
semak adalah tumbuhan berkayu, mempunyai beberapa cabang dan tingginya kurang
dari 8 m. Menurut Tjitrosoepomo (2007), semak adalah tumbuhan yang tidak
seberapa besar, batang berkayu, bercabang, cabang dekat dengan permukaan tanah
atau bahkan dalam tanah. Contohnya sidaguri (Sida rhombifolia L.).
Menurut Steenis (2003), tumbuhan semak dapat ditemukan berdiri sendiri atau
dalam kelompok, seperti : Melastoma,
Lantana, Bruchea (Steenis, 2003). Sedangkan menurut Mueller – Dombois dan
Ellenberg (1974) menjelaskan bahwa semak adalah tumbuhan dengan ketinggian
antara 0,5 m dan 5 m atau 0,3 m dan 3 m.
Semak dapat ditemui berdiri atau ditemui dalam kelompok (Steenis, 2003). Menurut Lestari & Kencana (2008)
semak terbagi atas 3 yaitu :
(1)
Semak rendah
Tanaman semak rendah adalah tanaman semak yang tingginya antara 0,5-1m.
Tanaman semak ini antara lain Mimosa
pudica dari familia Mimosaceae, Amaranthus deflexus L dari familia Amarantaceae, Catharanthus trichophyllus (Baker)
Pichon dari familia Apocynaceae,
Heliotropium indicum L. dari familia
Borangiaceae
Gambar 3.1. Mimosa
pudica dari familia
Mimosaceae I Gede Supawan. 2011.
(2)
Semak sedang
Tanaman semak sedang adalah tanaman semak yang tingginya
antara 1-2 m. contohnya melati, mawar, dan kemuning.
(3)
Semak tinggi
Tanaman semak tinggi adalah tanaman semak yang tingginya antara 2-3 m. Contoh:
Lantana camara dari familia
Verbenaceae, Melastoma affine D.Don
dari familia Melastomaceae, Melastoma
malabathricum dari familia Melastomaceae, Clotalaria striata D.C dari familia Papilionaceae , Acanthus ilicifolius L. dari familia
Acanthaceae, Passiflora foetida dari familia
Passifloraceae, Cassia occidentalis L. dari familia Fabaceae,
Citrus
aurantifolia dari familia Rutanaceae, dan Eupatorium odoratum dari familia Compositae.
2.4 Faktor Lingkungan
Vegetasi di alam
bertambah sebagai hasil interaksi secara total dari berbagai faktor lingkungan.
Bentuk vegetasi di suatu tempat serta faktor lingkungannya memperlihatkan
hubungan saling ketergantungan antara satu dengan lainnya, setiap faktor yang
berpengaruh terhadap kehidupan dari suatu organisme dalam proses perkembangannya
disebut faktor lingkungan (Surasana & Taufikurrahman, 1994).
Menurut
Nirarita dkk. (1996) faktor-faktor lingkungan yang utama
yang menentukan keberadaan tumbuhan adalah:
(1) Faktor klimatik (iklim), meliputi cahaya, suhu, ketersediaan air dan
angin.
(2) Faktor fisiografik (relief dan posisi lahan di muka bumi), meliputi pelipatan
kulit bumi, pergerakan lempeng-lempeng kerak bumi, pelapukan, erosi dan
sedimentasi.
(3) Faktor edafik (kondisi tanah dan air), seperti nutrisi tanah, kimia air,
reaksi tanah, dan kadar air tanah.
(4) Faktor biotik, merupakan
gambaran semua interaksi dari organisme hidup seperti kompetisi, pemangsaan,
dan simbiosis.
2.4.1
Faktor Iklim
(1) Cahaya
Cahaya merupakan faktor
lingkungan yang sangat penting sebagai sumber energi utama bagi ekosistem, tetapi
radiasi yang berlebihan dapat menjadi faktor pembatas, menghancurkan sistem
jaringan tertentu. Variasi dari kualitas cahaya, intensitas cahaya, dan lamanya
penyinaran akan menentukan berbagai proses fisiologi dan morfologi dari
tumbuhan. Intensitas cahaya atau kandungan energi merupakan aspek cahaya yang terpenting sebagai faktor lingkungan, karena berperan sebagai tenaga pengendali
utama dari ekosistem (Surasana & Taufikurrahman, 1994).
(2) Suhu
Menurut Surasana dan Taufikurrahman (1994) suhu merupakan faktor lingkungan yang dapat berperan baik
secara langsung maupun tidak langsung terhadap organisme hidup. Berperan
langsung hampir pada setiap fungsi dari tumbuhan dengan mengontrol laju
proses-proses kimia dalam tumbuhan tersebut.
Faktor ini mempunyai
arti yang vital, karena suhu menetukan kecepatan reaksi-reaksi dan
kegiatan-kegiatan kimiawi yang menyangkut kehidupan. Menurut Surasana dan Taufikurrahman (1994) kehidupan di muka bumi berada dalam suatu garis kisaran suhu antara 00C
sampai 500C. Dalam kisaran suhu ini, individu tumbuhan mempunyai
suhu minimum, maksimum, dan optimum yang diperlukan untuk aktivitas
metabolismenya, tanaman daerah tropik memiliki suhu maksimum untuk fotosintesis
antara 300 C sampai 400 C.
(3) Angin
Angin pada umumnya
mempengaruhi faktor-faktor ekologi lainnya di suatu tempat, seperti kandungan
air dalam udara dan suhu, melalui pengaruhnya terhadap penguapan air. Pengaruh
langsung terhadap vegetasi terutama mematahkan dahan-dahan atau bagian lain. Secara
mekanik, angin dapat menyebabkan terjadinya erosi tanah dan abrasi vegetasi,
dan dari segi fisiologi dapat mengurangi kecepatan pertumbuhan. Hal ini
menerangkan mengapa pertumbuhan pohon-pohon dan semak-semak sering terjadi di
tempat-tempat yang jauh dari tiupan angin yang terus-menerus pada tempat yang
terdedah, dan keterbatasan pohon-pohon dan semak-semak menjadi kerdil dan kusut
di tempat-tempat yang merupakan depresi yang terlindung. Angin merupakan vektor
pemancaran yang penting. Angin dapat juga menentukan agihan lokal spesies-spesies atau komunitas-komunitas tumbuhan
(Polunin, 1994).
2.4.2
Faktor Tanah
Tanah dapat
didefinisikan sebagai bagian atas dari lapisan kerak bumi yang mengalami
penghawaan dan dipengaruhi oleh tumbuhan dan hewan. Faktor tanah penting bagi
perkembangan tumbuhan, karena tanah sebagai medium hidup tumbuhan berfungsi
sebagai tempat akar berpegang, suplai air, suplai nutrisi, dan suplai udara (Surasana
& Taufikurrahman, 1994).
2.5 Tinjauan Umum tentang Perairan tergenang
Ekosistem lahan basah, dimana permukaan air selalu berfluktuasi naik dan
turun secara musiman maupun tahunan seperti daerah rawa dan daerah yang rendah
selalu tergenang air (Riyanto dkk., 1985), sedangkan menurut Michael (1996)
habitat-habitat perairan dibagi dalam tiga kategori utama yaitu sistem-sistem
air tawar, estuaria, dan kelautan.
Berdasarkan sifat alirannya, lahan basah dapat dibedakan menjadi lahan
basah dengan perairan mengalir, misalnya sungai, dan lahan basah dengan
perairan berair tergenang misalnya danau atau rawa air tawar/payau.
Menurut Konvensi Ramsar,
“Lahan basah merupakan daerah rawa, payau, lahan gambut dan perairan, baik
alami maupun buatan, tetap atau sementara, dengan air tergenang atau mengalir,
air tawar, payau, atau asin, termasuk wilayah perairan laut yang kedalamannya
tidak lebih dari 6 meter pada waktu air surut paling rendah” (Nirarita dkk., 1996).
Menurut Riyanto dkk. (1985) lahan basah
didefinisikan sebagai suatu daerah yang selalu berair atau becek paling kurang
untuk satu musim dalam setahun. Lahan basah air tawar cenderung merupakan
sistem yang sangat terbuka dan dapat diklasifikasikan berdasarkan saling
ketergantungan dengan ekosistem air dalam atau lahan kering atau keduanya.
Secara umum ada lima sistem klasifikasi lahan basah, yaitu: Kawasan laut
(marine, meliputi kelompok lahan basah pesisir yang berair asin, terumbu karang
dan padang lamun kawasan muara/kuala (estuarin), mencakup muara sungai, delta,
rawa pasang surut yang berair payau dan hutan bakau (hutan mangrove), kawasan danau
(lakustrin), meliputi semua lahan basah yang berhubungan dengan danau, dan
biasanya berair tawar, kawasan sungai (riverine), meliputi lahan basah yang
terdapat di sepanjang sungai atau perairan yang mengalir, dan kawasan rawa
(palustrine), meliputi tempat-tempat yang bersifat “merawa” (berair tergenang
atau lembab), misalnya hutan rawa air tawar dan hutan rawa gambut (Nirarita dkk., 1996).
Lahan basah berair payau dan asin memperoleh sebagian atau seluruh
pasokan air dari laut. Lahan basah berair payau terdapat di daerah pesisir dan
muara sungai, sedangkan lahan basah berair asin terdapat di kawasan laut.
Beberapa danau yang tidak berhubungan dengan laut mungkin mempunyai air asin
karena tidak mempunyai saluran pelepasan air, sehingga garam-garam yang memasuki
danau tidak bisa terangkut keluar dan terkumpul (terakumulasi) di dalamnya (Nirarita dkk., 1996).
Menurut Odum (1996) pada umumnya perbedaan antara air mengalir dan kolam
berputar di sekitar 3 kondisi. Pertama dipengaruhi oleh arus, karena arus merupakan
faktor yang paling mengendalikan dan merupakan faktor pembatas di aliran air.
Kecepatan arus dapat bervariasi di tempat yang berbeda dari suatu aliran air
yang sama dan dari waktu ke waktu. Di dalam aliran air yang besar, arus dapat
berkurang sedemikian rupa sehingga menyerupai air yang tergenang. Peranan arus
adalah membuat kehidupan kolam dan air deras amat berbeda dan mengatur
perbedaan di beberapa tempat dari suatu aliran air. Kedua ditentukan oleh
pertukaran tanah-air relatif lebih ekstensif pada aliran air.
Pertemuan permukaan tanah-air relatif besar dalam proporsi dibandingkan
ukuran habitat aliran air karena kedalaman air dan potongan melintang dari
aliran air jauh lebih kecil dibandingkan dengan danau. Aliran air tergantung
pada tanah di sekitarnya dan berhubungan dengan kolam, genangan air, dan danau
untuk sebagian besar pemasokan energi dasar.
Aliran air dapat membentuk suatu ekosistem terbuka yang bertautan dengan
sistem daratan dan lentik. Ketiga dipengaruhi oleh tekanan oksigen dalam aliran
air lebih merata dan tidak ada statifikasi termal maupun kimia. Oksigen pada
kondisi alam oksigen biasanya tidak amat bervariasi walaupun organisme di
aliran air lebih menghadapi ekstrem, dalam hal ini suhu dan arus, dibandingkan
dengan organisme kolam.
2.6
Tinjauan
Umum Daerah Penelitian
Pantai Takisung merupakan salah satu obyek wisata pantai
di Kalimanatan Selatan dengan pemandangan pantai dan aktivitas jual beli ikan
segar maupun ikan kering langsung dari nelayan.
Secara
geografis administratif Takisung berada dalam wilayah Kecamatan Takisung
Kabupaten Tanah Laut propinsi Kalimantan Selatan. Memiliki curah hujan
rata-rata 750 mm/tahun dengan suhu rata-rata 30°C. Letak dari ibukota kecamatan
±4 km, jarak dari kota kabupaten ±22 km, jarak dari ibu kota propinsi ± 85 km.
Berdasarkan hasil survei awal pada bulan mei diketahui perairan
tergenang ini memiliki jarak 50 meter dari laut. Panjang keseluruhan ±3 km dan lebarnya bervariasi
antara 40-60 meter dengan kedalaman ±80 cm pada bagian ujung dan ±200 cm pada
bagian tengah perairan. Letaknya ± 1 km kearah selatan dari kawasan wisata. Perairan tergenang merupakan
perairan air tawar yang banyak ditumbuhi oleh berbagai spesies tanaman dan
ikan. Masyarakat setempat menggunakan air perairan tergenang tersebut untuk
menangkap ikan dengan menggunakan jala.
Masyarakat yang bermukim di daerah perairan tergenang
hanya sedikit karena jalur akses jalan untuk memasuki kawasan perairan
tergenang tersebut hanya bisa dilalui oleh kendaraan roda dua. Di sekitar
perairan tergenang masyarakat setempat biasanya melepas hewan ternaknya seperti
kerbau untuk mencari makan, karena disana banyak di tumbuhi oleh rumput-rumput
liar. Hanya beberapa rumah penduduk yang berada berseberangan dengan perairan
tergenang dengan bermata pencarian sebagai petani karena ± 100 meter dari perairan tersebut
adalah persawahan.
Wilayah Kecamatan Takisung dibatasi oleh :
(1)
Sebelah barat berbatasan dengan Laut Jawa
(2)
Sebelah timur berbatasan dengan Desa Gunung Makmur (Padang Penggembalan
sapi, Persawahan, dan Pemukiman warga)
(3)
Sebelah selatan berbatasan dengan Desa Telaga Langsat
(4)
Sebelah utara berbatasan dengan Desa Pagatan Besar
Gambar 3.3 Perairan tergenang kawasan
penelitian
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksploratif
dengan teknik pengambilan data secara observasi yaitu turun langsung kelapangan
untuk penelitian yang direncanakan, berkaitan dengan tujuan penelitian, dan
dicatat secara sistematis. Penelitian ini dilakukan di kawasan perairan tergenang di daerah Takisung
Kabupaten Tanah Laut laut berukuran lebar 40-60 meter, panjang ±1,5 km.
Waktu yang diperlukan dalam penelitian
ini adalah 6 bulan
(Juli-Desember) yang meliputi 2 bulan tahap persiapan dan 4 bulan tahap
pengumpulan data, pengolahan data, dan penyusunan laporan penelitian. Penelitian lapangan dilakukan pada bulan Oktober 2011.
3.2
Populasi dan Sampel
3.2.1 Populasi
Penelitian
Populasi dalam
penelitian ini adalah semua spesies semak yang terdapat di zona timur dan
zona barat tepi kawasan perairan tergenang di desa Takisung Kabupaten Tanah
Laut.
24
|
3.2.2 Sampel Penelitian
Sampel
dalam penelitian ini adalah tumbuhan
semak yang terdapat di zona timur dan zona barat tepi kawasan perairan
tergenang sepanjang ±1,5 km dengan jarak antar titik 100
meter. Pengamatan dilakukan sebanyak 2 zona yaitu zona timur yang merupakan
daerah tepi perairan tergenang mendekati daerah persawahan dan pemukiman warga
sebanyak 15 titik dan zona barat yang merupakan tepi perairan tergenang berdekatan
dengan pesisir pantai, pada zona barat dilakukan pengamatan sebanyak 15 titik sehingga
didapat total keseluruhan dari seluruh zona tersebut sebanyak 30 titik, dengan
ukuran plot pada tiap titik 5 meter x 5 meter.
3.3 Alat Dan Bahan Penelitian
3.3.1 Alat penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini
adalah :
(1)
Patok dan tali rafia
untuk membuat kuadran
dengan ukuran 5 meter x 5 meter pada setiap titik pengamatan.
(2)
Pisau atau cutter
untuk memotong sampel yang ditemukan.
(3)
Rol meter digunakan untuk mengukur jarak antar
plot atau mengukur luas area penelitian (m).
(4)
Kantong plastik, digunakan untuk menyimpan
sampel tumbuhan yang ditemukan.
(5)
Kertas label untuk memberikan label pada sampel
hasil penelitian yang didapatkan.
(6)
Kertas koran, buku gambar, dan selotip untuk membuat
herbarium.
(7)
Termometer batang, digunakan untuk mengukur suhu
udara di lingkungan kawasan penelitian (0C).
(8)
Higrometer, digunakan untuk mengukur kelembaban
udara (%).
(9)
Soil tester, digunakan untuk mengukur kelembaban
tanah dan pH tanah (%).
(10)
Lux meter digunakan untuk mengukur intensitas
cahaya (Lux).
(11)
Anemometer digunakan untuk mengukur kecepatan
angin (km/jam).
(12)
Salinometer digunakan untuk mengukur salinitas
air (‰)
(13)
Kamera digital, digunakan untuk membuat
dokumentasi penelitian.
(14)
Kertas
milimeter blok, digunakan untuk mengukur luas daun, panjang daun, dan lebar
daun.
(15)
Tabel
kerja dan alat tulis untuk mencatat hasil pengamatan di lapangan.
3.3.2 Bahan penelitian
Bahan dalam penelitian ini adalah
semua spesies semak yang terdapat pada daerah sampel penelitian. Dalam
pembuatan herbarium digunakan Alkohol 5%.
3.4
Prosedur Penelitian
Menentukan area pengamatan
yaitu zona barat dan zona timur di
kawasan perairan tergenang di daerah takisung Kabupaten Tanah Laut.
3.4.1 Tahap Persiapan
(1)
Melakukan
observasi lokasi penelitian yang sesuai untuk pengambilan sampel.
(2)
Membuat surat izin penelitian.
(3)
Mempersiapkan
alat dan bahan yang akan digunakan dalam penelitian.
3.4.2 Tahap Pelaksanaan
Menentukan
area pengamatan yaitu daerah di kawasan
perairan tergenang Pantai Takisung
Kecamatan Takisung Kabupaten Tanah Laut.
(1)
Menetapkan titik pengambilan semua spesies tumbuhan semak di kawasan perairan
tergenang plot 5 meter x 5 meter sepanjang ±1,5 km dengan jarak antar titik 100 meter. Pengamatan dilakukan
sebanyak 2 zona yaitu zona timur yang merupakan daerah tepi perairan tergenang
mendekati daerah persawahan dan pemukiman warga sebanyak 15 titik dan zona
barat yang merupakan tepi perairan tergenang berdekatan dengan pesisir pantai, pada
zona barat dilakukan pengamatan sebanyak 15 titik sehingga didapat total
keseluruhan dari seluruh zona tersebut sebanyak 30 titik (Lampiran 2). Pada zona
barat berbatasan/berdekatan dengan pesisir pantai, hanya sedikit ditemukan
tumbuhan semak karena pada daerah ini terjadi abrasi pantai yaitu proses
terjadinya pengikisan daratan (erosi) oleh gelombang sehingga menyebabkan
hanyutnya substrat dan berkurangnya luas daratan.
(2) Membuat plot dengan ukuran 5 meter x 5 meter pada setiap titik pengamatan .(Lampiran
9, gambar 1)
(3) Mengamati dan menghitung
jumlah individu setiap spesies yang ditemukan
untuk menentukan variabel kerapatan, dominansi dan frekuensi.(Lampiran 9,
gambar 3 dan 4)
(4) Mengidentifikasi spesies semak yang ditemukan dengan menggunakan pertelaan spesies atau determinasi spesies menggunakan
pustaka yaitu: Dasuki (1994), steenis (2003), Tjitrosoepomo, (2005) dan
website.
(5) Membuat herbarium dari semak yang ditemukan. (Lampiran 9,
gambar 5)
(6) Pengukuran parameter lingkungan dilakukan pada waktu penelitian meliputi:
zona barat dan zona
timur perairan tergenang. Dilakukan pada 3 titik yaitu pada titik awal, tengah
dan akhir.
a) Suhu udara (oC)
b) Kelembaban udara (%)
c) pH tanah dan kelembaban tanah (%)
d) Kecepatan angin (m/s)
e) Salinitas
air (‰)
f) Intensitas cahaya (Lux)
(7) Pengukuran tekstur tanah dan unsur tanah meliputi 5 unsur
yaitu unsur N, C, Fe, P dan K dilakukan di laboratorium Tanah Fakultas
Pertanian Banjarbaru.
(8) Mentabulasi data yang didapat
ke dalam tabel kerja untuk memperoleh nilai frekuensi, frekuensi relatif,
kerapatan, kerapatan relatif, nilai penting (NP) dan indeks diversitas
(keanekaragaman).
(9) Mengambil foto setiap spesies
tumbuhan yang didapatkan pada titik sampel.
(10)
Menganalisis semua data hasil pengamatan yang dilakukan di Laboratorium
Biologi PMIPA FKIP UNLAM Banjarmasin.
(11) Sampel tanaman yang tidak diketahui atau meragukan nama
spesiesnya, dikirim ke laboratorium dasar FMIPA UNLAM Banjarbaru.
3.5 Analisis Data
Data penelitian yang diperoleh dianalisis dengan urutan sebagai berikut :
3.5.1 Komposisi semak dianalisa berdasarkan hasil identifikasi
spesies-spesies
semak yang ditemukan dengan menggunakan pustaka.
a)
Tjitrosoepomo (2000).
b)
Steenis (1988).
c)
Dasuki (1994)
d)
Website
3.5.2
Struktur semak dianalisis
dengan menggunakan rumus-rumus dari Michael (1995) sebagai berikut :
Jumlah
individu suatu spesies
Kerapatan
(K) =
Luas area
Kerapatan
suatu spesies
Kerapatan
Relatif (KR)
= x
100%
Kerapatan seluruh spesies
Jumlah plot yang ditempati suatu spesies
Frekuensi
(F) =
Jumlah seluruh plot
Frekuensi suatu spesies
Frekuensi
Relatif (FR) = x 100%
Frekuensi seluruh spesies
Jumlah penutupan suatu spesies
Dominansi
(D) =
Luas area
Dominansi
suatu spesies
Dominansi Relatif (DR) =
x 100%
Total dominansi seluruh spesies
Nilai Penting (NP) = KR + FR + DR
3.5.3
Indeks Diversitas menurut rumus Shannon – Winner
(H') (Michael,
1996)
Indeks Diversitas (ID), yaitu:
H' = -
∑ Pi Ln Pi
Keterangan :
Pi = n / N
n = jumlah
individu suatu spesies
N = jumlah total
individu semua spesies
H = Nilai indeks
keanekaragaman
Menurut Fachrul (2007) besarnya indeks keanekaragaman spesies
didefinisikan sebagai berikut :
a.
Nilai H' > 3
menunjukkan bahwa keanekaragaman spesies pada suatu transek adalah tinggi.
b.
Nilai H' 1 ≤ H' ≤ 3 menunjukkan bahwa
keanekaragaman spesies pada suatu transek adalah sedang.
c.
Nilai H' < 1
menunjukkan bahwa keanekaragaman spesies pada suatu transek adalah sedikit/rendah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar